Oleh Moch Eksan
Kendati para petinggi NasDem acapkali menegaskan bahwa partai yang berulang tahun ke-13 ini merupakan bagian dari koalisi pemerintah Prabowo Subianto, tapi banyak pihak masih bertanya-tanya. Sebab, di Kabinet Merah Putih tak ada satupun nama menteri atau wakil menteri yang berasal dari NasDem.
Ada pertanyaan satire: apakah partai yang lahir pada 11-11-2011 ini sedang menjalin koalisi setengah hati? Ataukah sebaliknya? Sikap politik seperti ini di luar nalar publik dan tidak dijumpai dalam literatur ilmu politik manapun.
Bukanlah Surya Paloh kalau gagasan dan sikap NasDem selalu linier dengan khazanah politik kontemporer. Bos Media Group ini sedang menguji kesabaran revolusioner para kader dalam menerima kekalahan dan bergabung dengan presiden yang menang pada Pilpres 2014 lalu.
Prabowo adalah rival capres yang diusung oleh NasDem. Tetapi, NasDem pula, partai pertama yang mengucapkan selamat kepada Prabowo sebagai presiden terpilih pasca diumumkan KPU. Sikap mengakui kekalahan dengan kesatria inilah yang membuka jalan komunikasi antara NasDem dan Prabowo.
Akhirnya, pertemuan silaturrahmi Pak Surya dan Probowo berulangkali terjadi, baik di NasDem Tower maupun di rumah Kertanegara milik Sang Jenderal. Keduanya, mufakat untuk bekerjasama. Bahkan, Prabowo sendiri yang mengajukan tawaran agar NasDem masuk dalam kabinet pemerintahan pasca Jokowi.
Sampai akhir waktu penyusunan kabinet, NasDem tak mengirimkan nama yang diminta oleh Prabowo. Partai beranggotakan 69 kursi parlemen ini memilih koalisi tanpa kursi menteri. Dengan gagah, Sekjen NasDem, Hermawi Taslim menegaskan, NasDem lebih senang gagasannya diterima daripada secara fisik masuk dalam kabinet.
Ternyata, setelah ditelisik mendalam yang diinginkan oleh NasDem adalah sinergi membangun bangsa. Kata “sinergi” ini dua kali menjadi tema besar NasDem. Yaitu pada Kongres NasDem III pada 25-27 Agustus 2024. Juga pada HUT NasDem ke-13 pada 11 November 2024.
Secara simantik, sinergi dan koalisi memiliki makna kerjasama. Yang berbeda, posisi dua pihak yang bekerjasama. Bila kedudukannya setara itu namanya sinergi. Bila kedudukannya beda itu namanya koalisi.
Dalam sinergi tidak ada struktur dan hirarki yang meleburkan kekuatan politik dalam bekerjasama. Sementara, dalam koalisi ada struktur dan hirarki yang menyatukan kekuatan politik dalam satu pemerintahan.
Pak Surya dan Prabowo adalah kolega sepantaran. Usianya sama 73 tahun hanya terpaut 3 bulan. Pak Surya lebih tua daripada Prabowo. Keduanya, sudah lebih 40 tahun bersahabat sesama eks politisi Partai Golkar dengan segala dinamikanya.
Prabowo mengakui, bahwa keduanya semakin tua seharusnya semakin arif. Beda halnya waktu muda sama-sama keras selaku orang yang berada di circle kekuasaan Orde Baru. Memang, akses Pak Surya pada keluarga Cendana melalui Bambang Trihatmodjo bukan Titiek Soeharto atau Prabowo.
Pak Surya dan Prabowo adalah mantan pesaing dalam Konvensi Partai Golkar 2004. Keduanya tereleminasi pada putaran pertama. Yang mendapat tiket untuk diusung oleh Partai Golkar adalah Jenderal TNI (Purn) Wiranto sebagai pemenang konvensi.
Pada susunan pengurus DPP Partai Golkar 2004-2009 di era kepemimpinan Jusuf Kalla, Pak Surya dan Prabowo masuk dalam Dewan Penasihat. Pak Surya selaku ketua, sementara Prabowo sebagai anggota.
Waktu itu, JK mengalahkan Akbar Tandjung yang telah berhasil memenangkan Partai Golkar pada Pileg 2004. Akbar terpental dari posisi Ketua Umum setelah dikeroyok pada Munas Golkar di Bali pada pada tahun yang sama.
Prabowo lebih awal mengundurkan diri dari Partai Golkar. Ia membidani kelahiran Partai Gerindra pada 2008. Sedangkan, Pak Surya menyusul langkah Prabowo mundur dan mendirikan Partai NasDem pada 2011.
Kini, Gerindra dan NasDem merupakan dua partai yang tersisa dari eks elite Partai Golkar yang tetap eksis di parlemen. Malah dua partai ini menjadi kekuatan politik yang berada pada peringkat ketiga dan keempat besar yang menguasai kursi dewan hasil Pileg 2024.
Sementara, PKPI besutan Jenderal TNI (Purn) Edi Sudrajad, PKPB yang didirikan oleh Jenderal TNI (Purn) R Hartono, Partai Hanura yang dibidani oleh Jenderal TNI (Purn) Wiranto, sudah tidak eksis lagi.
Dua partai yang pertama dan kedua di atas boro-boro punya kursi, sudah berapa kali laga bukan partai peserta pemilu. Hanura sudah dua kali pemilu tidak lolos parliamentary threshold dan tak punya perwakilan di dewan.
Ini berarti, hanya Prabowo dan Pak Surya yang berhasil bertahan melakukan eksperimentasi politik. Menariknya, Gerindra pure menjadi kendaraan Prabowo untuk maju pilpres. Sebaliknya, NasDem justru menjadi partai pengusung putra-putri terbaik bangsa sebagai capres di luar partai. Semisal Jokowi dan Anies Rasyid Baswedan.
Prabowo pada saat memberikan sambutan pada acara penutupan Kongres NasDem III, berseloroh, Bang Brewok ini ternyata pinter mendukung capres yang kuat pada 2014 dan 2019, sehingga menjadi the ruling party bersama Jokowi selama 10 tahun.
Prabowo menganggap, NasDem mendukung Anies pada Pilpres 2024 lalu, tak apa-apa. Sebab rakyat memang butuh alternatif pilihan. Namun, sekarang sudah bergabung dengan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Seraya dengan nada bergurau, Prabowo menyentil Pak Surya, bahwa dunia memang berputar. Terkadang seorang ada di atas. Dan terkadang seorang juga ada di bawah. “Dulu, saya ini anak buah Pak Surya di Dewan Penasihat Partai Golkar. Sekarang, Pak Surya anak buah saya”, tegas Prabowo terkekeh-kekeh.
Sekelumit cerita hubungan Pak Surya dan Prabowo di atas, menggambarkan prototype politisi senior Indonesia yang memilih jalan pengabdian berbeda. Prabowo adalah purwarupa tokoh yang konsisten mengejar mimpi menjadi “the king”. Sementara Pak Surya mengubur ambisi struktural dan memilih menjadi “the king maker”.
Jadi, keliru besar, bergabung dengan NasDem untuk menjadikan partai ini sebagai kendaraan meraih kekuasaan an sich. Pak Surya meniati NasDem ini sebagai alat pengabdian untuk menebar kebaikan dan kebajikan umum.
Dalam ilmu Filsafat, Pak Surya ternyata penganut politik poststrukturalisme yang menolak dominasi kuasa, dan selalu menawarkan gagasan baru sebagai identitas dan budaya kekinian. Dan terbukti, NasDem memaknai koalisi dengan pemerintah berkuasa sebagai sinergi membangun bangsa. Selamat HUT NasDem ke-13, semoga semakin jaya menebar kebaikan dan kebajikan bagi nusa dan bangsa. Amien.
Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku “9 Asketisme Politik Kontribusi Surya Paloh dalam Merestorasi Politik di Indonesia”.
BACA JUGA : https://kuasarakyat.com/safari-diplomatik-prabowo-mendayung-di-antara-dua-karang/