Bondowoso, kuasarakyat.com – Kabupaten Bondowos pada tahun 2021 telah dinyatakan layak mendirikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Hal itu berdasarkan kajian hasil dan studi kelayakan yang melibatkan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.
Pada tahun 2022 ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso mulai menyiapkan masterplan dan Detail Engineering Design (DED).
“Berdasarkan hasil studi kelayakan itu, maka tahun ini kami masuk ke tahap berikutnya. Mulai membuat masterplan, DED hingga pembangunan fisik awal,” kata Agung Nurhidayat, Kabid Perindustrian pada Diskoperindag Kabupaten Bondowoso, Kamis (3/2/2022).
Ia menyebut, pembangunan fisik nantinya bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) Pemerintah Pusat.
|Baca Juga:
“Untuk pembangunan fisik awal ini anggarannya Rp 4 miliar. Untuk membangun 4 ruang unit produksi, 1 kantor, 1 musholla dan 1 toilet,” bebernya.
Sejauh ini, pihaknya belum memastikan titik lokasi dibangunnya KIHT tersebut.
“Tapi berdasarkan kajian dan sistem peringkat, rank 1 berada di Kecamatan Wringin. Tinggal nanti kita lihat lokasi. Jika tidak memungkinkan, maka bisa geser ke kecamatan lain, misal ke Tamanan atau lainnya,” tuturnya.
Meskipun nanti selesai dibangun, dipastikan KIHT belum bisa dioperasikan tahun ini karena masih akan dianggarkan bertahap untuk pengadaan alat dan sarana lainnya.
“Karena alat untuk produksi hingga packing rokok itu mahal. Sekitar Rp 5 miliar. Jadi kita anggarkan bertahap,” ucapnya.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Bondowoso Muhammad Yasit mengapresiasi dengan dinyatakan layaknya Bondowoso mendirikan KIHT.
“Sebab sejauh ini hanya ada dua daerah yang KIHT, yaitu Kudus dan Sopeng. Ini kita tahap menyusul mereka,” paparnya.
Dengan adanya KIHT, maka diharapkan bisa memutus mata rantai tata niaga tembakau yang dampaknya nanti akan menguntungkan petani.
“Mata rantai lebih pendek, karena produsen lebih dekat. Harapnnya nanti ke dampak harga jual yang lebih tinggi,” bebernya.
Kata Yasit, produksi tembakau petani Bondowoso bisa mencapai 8 ribu – 9 ribu ton per tahun.
“Dengan jumlah produksi itu, maka produsen rokok yang berada di KIHT tidak bingung bahan baku, karena dari petani lokal sudah sangat mencukupi,” tuturnya.
KIHT sendiri merupakan konsep produksi rokok komunal sentralisasi. Jadi, para Industri Kecil dan Menengah (IKM) rokok lokal dikumpulkan untuk memproduksi rokok dengan memanfaatkan sarana di KIHT, termasuk fasilitas kemudahan pembelian cukai yang disepakati bersama. (ad/bs)