Bondowoso, kuasarakyat.com – Dugaan penyelewengan pupuk subsidi yang terjadi di Kecamatan Pakem terus berkembang. Para petani yang selama ini menjadi korban tidak mau permainan pupuk subsidi ini terus berlanjut pada tahun selanjutnya.
Para petani ingin ada perubahan terkait dengan pupuk subsidi untuk keberlangsungan cocok tanam mereka. Sebab, selama ini mereka selalu membeli pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) tanpa kwitansi.
Selain itu, ketika datang ke kios pupuk, selalu kehabisan. Bahkan, warga yang mengaku tidak pernah membeli, tapi nama mereka dicatut sebagai pembeli dalam rekapitulasi dalam penyaluran pupuk subsidi tahun 2021.
Termasuk warga yang sudah meninggal dunia, namanya dicatut sebagai pernah menebus pupuk pada tahun 2021. Padahal, pihak keluarga tidak pernah menyuruh ahli warisnya maupun keluarga yang lain untuk membeli pupuk subsidi.
|Baca Juga: Petani Bondowoso Dipermainkan, Beli Pupuk di Atas HET, Tak Pernah Dapat Kwitansi Setiap Tranksasi
“Saya tak pernah beli pupuk selama 2021,” kata salah satu petani inisial M dari Desa Sumberdumpyong Kecamatan Pakem.
Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) Bondowoso pun melakukan pengecekan terkait masalah ini. Namun, bukan petani yang menjadi korban atas masalah pupuk subsidi. Namun menanyakan pada kios pupuk yang ada di Kecamatan Pakem.
Padahal, petani sudah menunggu ingin menyampaikan masalah pupuk subsidi itu pada KP3. Namun KP3 hanya mendatangi kios pupuk saja pada Kamis (27/1/2022).
Ketika kios didatangi, memang ada pupuk karena baru dikirim untuk tahun 2022. Investigasi KP3 belum menyentuh para petani yang menjadi korban.
“Ini ada kuitansi pembelian,” kata Rahmatullah, Kabag Ekonomi, sambil mengarah pemilik kios yang menunjukkan adanya kuitansi pembelian di Desa Patemon, Kecamatan Pakem.
Padahal, bila dia bertanya pada petani, maka jawaban petani tidak akan mendapatkan kwitansi. Sebab ketika beli pupuk subsidi memang tidak pernah mendapata kwitansi.
|Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Pupuk Subsidi, Komisi II DPRD Bondowoso: Banyak Kios Nakal
Investigasi media ini di lapangan, banyak masyarakat yang mengaku membeli pupuk, namun tidak pernah diberi kuitansi pembelian.
Ironisnya, harga pembelian diatas Harga Eceeran Tertinggi (HET). Misalnya saja, warga inisial H, salah seorang guru ngaji mengaku jika pada 2021 membeli pupuk 1 kwintal. Harganya Rp300.000.
Padahal harga HET Rp225.000. Ini menunjukkan adanya harga diatas HET. Selain itu, tidak diberi kuitansi pembelian.
“Saya tahun 2021, saya hanya beli pupuk 1 kuintal, harganya Rp300 Ribu, namun tidak diberi nota,” tegasnya.
Tidak hanya warga inisial H saja, masih banyak warga yang mengaku jika pernah beli pupuk namun tidak pernah diberi kuitansi.
Akankah kasus ini terkuak oleh Aparat Penegak Hukum? (Bs)