Indeks

Jatuh Bangun Raih Kekuasaan, Kisah Inspiratif Prabowo Subianto (Bagian 3)

Comment246 views
  • Share

Oleh Moch Eksan

Tiga tahun sejak 1996-1998, adalah titik kulminasi dari karier militer Prabowo. Pada tahun-tahun tersebut, pangkat Prabowo naik pesat bersamaan dengan jabatan yang mentereng.

Prabowo memperoleh kenaikan pangkat dari jenderal bintang 1 menjadi bintang 3. Dan, ia juga mendapatkan promosi jabatan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Mayjen menjadi Panglima Kostrad yang berpangkat Letjen.

Namun setelah badai krisis moneter menerpa Indonesia, demo antipemerintah meluas, dan kerusuhan terjadi dimana-mana, serta Soeharto pun jatuh, kondisi tersebut menjadi pukulan balik bagi nama dan reputasi baik dari Prabowo. Ia dituduh menjadi dalang semua kasus penculikan, pembunuhan dan pelanggaran HAM yang dialamatkan pada militer.

Sampai-sampai Prabowo sendiri menyatakan andai ada kucing mati, maka yang salah adalah Prabowo. Ia menjadi kambing hitam atas semua kejadian yang menumbangkan rezim militer. Pada waktu itu, semesta benar-benar tak mendukungnya.

Prabowo rupanya harus menjadi tumbal untuk menanggung dosa-dosa kemanusiaan dari rezim militer. Sehingga, ia diberhentikan dari militer sebagai tindak-lanjut dari keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang memeriksa dan mengadilinya.

DKP itu beranggotakan teman-teman sejawat Prabowo di militer. Mereka antara lain: Subagyo Hadi Siswoyo (Ketua), Djamari Chaniago (sekretaris), Fahrur Razi (wakil ketua), Susilo Bambang Yudhoyono (anggota) dan Yusuf Kertanegara (anggota).

Presiden BJ Habibie yang menandatangani pemberhentian Prabowo dari militer atas rekomendasi DKP di atas. Dan, ia menerima keputusan presiden itu dengan legowo sebagai prajurit yang menjunjung tinggi Sapta Marga.

Pada sesi wawancara dengan Tempo Oktober 2014, Prabowo mengaku bersalah menganalisa perintah dan keadaan. Namun, ia menegaskan telah mempertanggungjawabkan semua. Ia hanya menyekap 9 aktivis prodemokrasi. Dan semua masih hidup. Serta yang menarik, banyak di antara mereka pada akhirnya bergabung dengan perjuangan Prabowo.

Kendati Prabowo menjadi orang yang paling dipersalahkan dalam kasus penculikan aktivis, ia tak tahu nasib aktivis yang lain di luar yang 9 di atas. Sebab, yang melakukan operasi ini bukan hanya timnya, mungkin ada tim lain yang melakukan misi yang sama dalam membangun stabilitas politik nasional.

Prabowo telah membayar lunas kesalahannya itu setelah diberhentikan dari jabatan Sesko ABRI dan keanggotaan TNI. Kasus ini telah merubah pandangannya bahwa ternyata menjadi tentara bukan sebagai pintu masuk meraih jabatan presiden.

Di era reformasi, justru demokrasi yang ditentang oleh Prabowo pada era rezim militer, membuka jalan terbuka bagi siapa pun untuk menjadi presiden. Termasuk bagi Prabowo sendiri dengan terjun ke dunia politik.

Tak butuh waktu yang lama, Prabowo segera menyadari bahwa desakan publik begitu kuat untuk menghapus dwifungsi ABRI. Di berbagai belahan dunia, kepemimpinan militer di bawah supremasi sipil sehingga TNI dikembalikan ke barak sebagai kekuatan ketahanan an sich.

Untuk meraih mimpi menjadi presiden, Prabowo mau tidak mau harus memutar haluan, terjun penuh pada dunia politik. Ini satu-satunya jalan yang tersedia secara konstitusional untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Prabowo akhirnya memutuskan ikut konvensi calon presiden partai Golkar. Konvensi itu seperti pre election di Amerika Serikat dalam rekrutmen kepemimpinan nasional. Konvensi diikuti oleh para tokoh nasional. Ada Akbar Tandjung, Wiranto, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Prabowo sendiri.

Konvensi ini dilaksanakan pada 21 April 2004 di Jakarta Convention Center. Yang hadir pada acara yang sangat bersejarah tersebut, para pimpinan partai dari berbagai tingkat, mulai dari pusat, propinsi sampai kabupaten/kota.

Proses konvensi ini berlangsung dua kali putaran. Pemilihan pada putaran pertama diikuti oleh Akbar Tandjung (147 suara), Wiranto (137 suara), Aburizal Bakrie (118 suara), Surya Paloh (77 suara), dan Prabowo (39 suara).

Oleh karena tak ada satu pun kandidat calon presiden yang memperoleh 50 persen plus satu sekitar 274 suara, maka kandidat calon yang memperoleh suara terbanyak satu dan dua, maju pada pemilihan putaran kedua.

Akbar Tandjung vs Wiranto bertarung kembali untuk merebutkan suara peserta konvensi. Hasil pemungutan suara dimenangkan oleh Wiranto dengan 274 suara. Sedangkan Akbar Tandjung harus puas dengan 227 suara. Sehingga dengan demikian, Wiranto yang ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai Golkar pada Pilpres 2004.

Sampai saat ini, belum ada konfirmasi dari Prabowo atau tim, 39 suaranya pada putaran kedua diarahkan pada salah satu atau dibiarkan menjatuhkan pilihan sendiri. Yang pasti, ia dihadapkan pada kenyataan pahit perolehan suaranya di nomor paling buncit sampai ia tak bisa mendapatkan tiket untuk maju pada Pilpres 2004.

Atas kenyataan tersebut, Prabowo harus mendirikan partai politik untuk maju menjadi kandidat calon presiden. Partai Golkar yang menjadi kendaraan politik keluarga Cendana telah berubah sama sekali. Untuk eksis, ia harus mendirikan partai seperti teman seperjuangannya di militer.

Pasca Reformasi, ada beberapa jenderal mendirikan partai, dan keluar dari afiliasi politiknya pada Partai Golkar. Seperti Jenderal TNI (Purn) Edy Sudrajad, Jenderal TNI (Purn) Hartono, Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, dan Jenderal TNI (Purn) Prabowo sendiri.

Yang bertahan sampai sekarang, hanya ada dua partai. Yaitu Partai Demokrat besutan SBY dan Partai Gerindra besutan Prabowo. Sementara, partai layaknya PKPI, PKPB dan Hanura sudah matisuri lantaran tak tahan bertarung di medan tempur elektoral.

Ternyata sebelum Prabowo mendirikan Partai Gerindra, ia tercatat sebagai anggota dewan penasehat Partai Golkar, sampai ia menyatakan pengunduran diri dari partai berkuasa selama Orde Baru. Tepatnya, pada 12 Juli 2008.

Atas saran dari adiknya, Hasyim Djojohadikusumo, Prabowo mendirikan Partai Gerindra pada 6 Februari 2008. Sebuah partai yang berideologi nasionalis sayap kanan yang telah mengikuti 4 kali Pileg dengan suara elektoral yang terus meningkat.

Selama itu pula, Partai Gerindra menjadi kendaraan politik Prabowo dalam proses pencalonan presiden. Tentu, dengan partai koalisi lainnya untuk memenuhi syarat minimal suara atau kursi.

Yang unik, perolehan suara Partai Gerindra dengan suara Prabowo taklah linier. Suara ketua pembina sekaligus ketua Partai Gerindra ini lebih besar dari suara partai itu sendiri. Sebagai perbandingan 4 kali Pileg dan Pilpres terakhir ini:

Pertama, pada Pileg 2009, Partai Gerindra memperoleh 4,6 juta atau setara dengan 26 kursi. Sedangkan, pada Pilpres 2009, Megawati-Prabowo memperoleh 32,5 juta suara.

Kedua, pada Pileg 2014, Partai Gerindra mendapatkan 14,7 juta suara atau setara dengan 73 kursi. Sedangkan, pada Pilpres 2014, Prabowo-Hatta memperoleh 62,5 juta suara.

Ketiga, pada Pileg 2019, Partai Gerindra memperoleh 17,5 juta suara atau setara 78 kursi. Sedangkan pada Pilpres 2019, Prabowo-Sandi mendapatkan 68,6 juta suara.

Keempat, pada Pileg 2024, Partai Gerindra mendapatkan 20 juta suara atau setara dengan 86 kursi. Sedangkan, pada Pilpres 2024, Prabowo-Gibran memperoleh 96,2 juta suara.

Data perbandingan di atas, semakin menegaskan bahwa elektabilitas Prabowo di atas elektabilitas Partai Gerindra. Sehingga keliru, apabila kampanye memenangkan Prabowo dengan mewajibkan memenangkan Partai Gerindra.

Data perbandingan itu juga mengkonfirmasi bahwa Prabowo lebih besar dari Gerindra. Ia adalah sosok pemimpin lintas partai yang mewakafkan diri bekerja untuk rakyat. Ia sudah selesai dengan dirinya. Mimpinya menjadi presiden merupakan jembatan emas cita-cita pendiri bangsa dengan The Indonesian Paradox dari kehidupan rakyat.

Pidato Prabowo pada saat Konvensi Calon Presiden Partai Golkar pada 2004 dengan pidato perdana sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8, bertema besar yang sama. Soal pemerintah yang bersih, swasembada pangan, keberpihakan pada rakyat kecil dan seterusnya.

Alhasil, jatuh bangun Prabowo meraih kekuasaan memberikan banyak inspirasi berbagai kalangan, baik bagi anggota militer, pengusaha maupun politisi. Antara lain:

Pertama, Prabowo itu pengejar mimpi yang setia. Ia tak pernah berpaling dari cita besar yang diinginkan sejak remaja sampai tua. Tak kurang 54 tahun, ia berusaha setapak demi setapak untuk meraih mimpi. Walau terkadang dalam episode hidupnya, ia menghadapi kenyataan hidup terpental dari jalur lintasan ke jalur lintasan hidup lain.

Kedua, betapa pun kenyataan hidup sangat pahit: dipecat, ditolak dan kalah, Prabowo tetap menjaga dan memelihara cita-cita besarnya. Ia selalu punya alasan untuk bangkit dari keterpurukan. Sembari memegang teguh keyakinan rakyat suatu saat akan memberikan mandat.

Ketiga, niat baik belum tentu disikapi dengan baik. Bahkan tak jarang nilai baik diartikan buruk oleh orang lain. Prabowo menghadapi kondisi seperti itu dengan ikhlas dan sabar. Waktulah yang akhirnya membuktikan niat baik itu adalah baik setelah melalui purbasangka dan fitnah yang merajarela.

Keempat, kecintaan pada Tanah Air di atas ambisi kuasa. Prabowo meraih jabatan presiden tetap setia di atas jalan demokrasi dan konstitusi. Jalan yang disediakan rakyat bagi anak bangsa yang ingin menjadi pemimpin negara.

Kelima, pengkhianatan di politik adalah persahabatan yang tertunda. Seorang politisi tak perlu memelihara amarah dan dendam. Jokowi-Prabowo adalah contoh putra terbaik bangsa yang pernah menjadi lawan seteru Pilpres dalam suatu waktu, tapi juga teman sekutu Pilpres pada waktu yang lain. Benar kata pepatah, tiada teman yang abadi, tidak ada musuh yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan.

Keenam, kekuasaan merupakan wahyu keprabon atas ijin rakyat. Wahyu itu mitos sekaligus realitas yang membutuhkan energi yang berlipat ganda, hatta energi orang yang mendhalimi sekalipun. Energi musuh tak kalah penting dari energi sahabat. Pada saat para musuh bergabung, Tuhan sedang menyiapkan mahkota kekuasaan bagi yang bersangkutan.

Ketujuh, kepercayaan rakyat adalah cermin kepercayaan Tuhan. Sementara kepercayaan itu sendiri adalah hasil akumulatif dan agregatif dari usaha yang tak mengenal lelah dan pamrih. Prabowo presiden bukan sekali jadi. Akan tetapi, doa dan ikhtiar diri, keluarga, sahabat, handaitolan, dan rakyat yang bersimpati yang menggoncang bumi dan langit.

Kedelapan, nama dan reputasi yang baik merupakan warisan orang yang paling berharga melebihi kekuasan dan harta benda. Prabowo ingin meninggalkan wong cilik gemuyuh yang menjadi fondasi dari Indonesia yang kuat, hebat dan maju. Kecintaan pada rakyat kecil merupakan wujud dari kecintaan pada Tanah Air.

Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku “Kerikil Dibalik Sepatu Anies”

BACA JUGA : https://kuasarakyat.com/jatuh-bangun-meraih-kekuasaan-kisah-inspiratif-probowo-subianto-bagian-2/

Comment246 views
  • Share
Exit mobile version