JEMBER, Kuasarakyat.com – Program Keluarga Berencana (KB) dan Keseharan Reproduksi (KR) di Indonesia perlu mendapat perbaikan secara serius. Mulai dari akses dan kualitas layanan, infrastruktur, distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan. Sebab selama ini masih belum berjalan optimal.
Dibanding negera tetangga, Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia menempati ranking atas. Berdasarkan data MDGS ASEAN 2017, dari 11 negara, Indonesia menempati urutan nomor 10. Tertinggi kedua setelah Negara Laos.
Urutan ranking itu yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Filipina, Indonesia, Laos.
Data tersebut diungkap oleh Prof Budi Utomo dari Knowledge Hub Kesehatan Reproduksi FKM Universitas Indonesia (UI) saat menjadi pembicara dalam webinar pertemuan ilmiah keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang diselenggarakan oleh Pusat Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM bersama dengan Rutgers Indonesia Rabu (30/6/2021).
Dia mengatakan upaya meningkatkan kesehatan reproduksi, terutama kesehatan ibu dan anak masih perlu perbaikan. Pelaksanaan program banyak yang perlu diperbaiki. Mulai dari akses dan kualitas layanan, infrastruktur, distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan.
“Selain itu, perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya menunjang,” kata dia.
Perlunya perbaikan itu tergambar melalui beberapa indicator. Salah satunya AKI, angka kematian neonatal serta angka stunting yang tinggi. Bila dibanding Negara tetangga di Asean, Indonesia cukup tertinggal.
Bahkan, kata dia, posisi angka kematian ibu dibandingkan Negara tetangga lebih tinggi dibanding Negara yang tingkat sosial ekonominya lebih rendah dari Indonesia.
“Begitu juga dengan angka stunting, hanya lebih baik dibandingkan Laos,” tambah dia. hal itu menggambarkan situasi kesehatan ibu dan anak masih perlu banyak perbaikan.
Gambaran situasi kesehatan itu, kata dia, perlu dilihat pelayanan kesehatan maternal yang dilakukan. Seperti layanan asuhan pasca keguguran. “Kalau kita mengukur kualitas layanan yang diusulkan WHO, hampir semua Faskes di pulau Jawa, kemampuan layanan kompherensif yang diharapkan RS tipe A dan B, hanya 75 persen,” papar dia.
Sedangkan RS tipe C dan D, hanya 26 persen. RS Ibu dan Anak dan RS bersalin hanya 44 persen.
Dia menjelaskan program kesehatan reproduksi yang bertujuan mengatasi gangguan reproduksi dan kehamilan cukup beragam. Mulai dari program KB, kesehatan ibu dan anak, penanggulangan IMS dan HIV serta penanggulangan ISPA dan Diare serta perbaikan gizi.
Semua itu merupakan program strategis secara konseptual. Artinya berpotensi menanggulangi kematian maupun kesakitan. “Itu bisa dilakukan sesuai kemampuan kita secara konseptual,” tutur dia.
Namun, selama beberapa dekade terakhir ini belum berhasil atau lambat. Hal inilah yang menujukkan perlu perlu adanya perbaikan.
Melihat Dampak Program KB
Menurut dia, program KB tidak hanya untuk mengendalikan penduduk. Tapi juga program kesehatan untuk mencegah kematian dan kesakitan selama kehamilan. “Ini strategis karena intervensinya pada awal hidup atau reproduksi,” tegas dia.
Sebab, gangguan pada awal kehidupan akan berdampak pada jangka panjang. Bahkan, dampak negatignya seperti gangguan fisik, mental dan sosial yang bersifat laten dan lintas generasi. Untuk itu, perlu prioritas pada program KB.
Selain itu, program KB tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan anak, tapi juga pada semua aspek tujuan pembangunan kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil studi di berbagai Negara yang dilakukan oleh ahmed syaifudin dari Johns Hopkins, program KB sangat terkait dengan penurunan kematian ibu. Selama ini , program KB sudah berhasil 40 persen kematian maternal atau kematian ibu hamil.
“KB berdampak positif pada peningkatan kesehatan, terutama pada awal kehidupan,” ujar dia.
Prinsip program KB mencegah kehamilan beresiko. Seperti kehamilan terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat dan terlalu banyak. Orang tetap boleh hamil, tapi bila sudah siap secara fisik dan mental sosialnya.
Untuk itu, mekanisme program KB untuk menurunkan AKI dan AKB adalah dengan menurunkan kehamilan. Kedua, menurunkan kehamilan beresiko.
Program KB selama yang sudah berhasil mencegah kematian sebanyak 40 persen. Masih bisa diperbanyak. “Ini menunjukkan perlunya program KB untuk menurunkan kematian dan stunting,” papar dia.