BPN Jember Terbitkan Sertifikat Pemdes Lojejer, Ahli Waris Sebut Pembangkangan Hukum

Comment538 views
  • Share

Jember, kuasarakyat.com – Terbitnya sertifikat Hak Pakai atau HGU oleh Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Jember, Ahyar Tarfi, atas nama pemerintah desa Lojejer, dengan nomor 7 tahun 2023, dianggap melakukan pembangkangan hukum terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Mahkamah Agung.

Bagaimana tidak, tanah milik Erli Triani Astutik selaku ahli waris dari almarhum Ibu Tampina, dan sudah ada putusan dari PTUN nomor 52/G.TUN/2004/PTUN.SBY dan Mahkamah Agung (MA) nomor 1510 K/Pdt/2005, tidak dijalankan.

Bahkan terbaru, pada tahun 2023, BPN Jember menerbitkan Sertifikat Hak Pakai nomor 7, dengan mengatasnamakan pemerintah desa Lojejer, padahal amar putusan PTUN dan MA memerintahkan kepada BPN Jember untuk menerbitkan sertifikat atas nama ahli waris.

Kepala BPN Jember Ahyar Tarfi saat dikonfirmasi wartawan diruang kerjanya, menyatakan, bahwa terkait kasus tanah di Desa Lojejer yang melibatkan ahli waris almarhum Ibu Tampina dengan Pemdes Lojejer, pihaknya sudah memanggil kepala desa bersangkutan untuk dilakukan mediasi.

Namun karena yang bersangkutan sedang menjalankan ibadah umroh, mediasi tersebut tertunda.

“Terkait kasus tersebut, kami Kamis kemarin sudah memanggil pihak kepala desa, dan juga ahli waris, untuk dilakukan mediasi, namun karena kepala desa sedang menjalankan ibadah umroh, mediasi kami tunda,” ujar Akhyar Selasa (25/2/2025).

Ahyar menambahkan, pihaknya menginginkan perkara tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan, apalagi tanah yang sudah terbit sertifikat, atas nama pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Pemdes Lojejer.

“Kami berupaya perkara ini bisa selesai secara kekeluargaan, kami harus bersikap Arif dan bijaksana, dan harus hati-hati, dalam mengambil keputusan, karena ini berkaitan dengan tanah pemerintah, dalam hal ini pemerintah desa Lojejer,” jelasnya.

Ahyar juga berjanji, bahwa pihaknya akan berbuat seadil dan sebijak mungkin dalam perkara ini, jika memang nanti ditemukan adanya kesalahan, pihaknya akan menganulir penerbitan sertifikat tersebut.

Kepala Desa Lojejer, M. Sholeh, saat dikonfirmasi menyatakan, bahwa tanah yang dimaksud, adalah memang tanah aset milik desa, sesuai dengan leter C yang ada di desa.

“Tanah tersebut merupakan aset milik Pemdes Lojejer. Kami sebagai kepala desa wajib melindungi dan mengamankan aset desa, dasar kami adalah sesuai Permendagri tentang pengelolaan aset dan juga Perdes,” ujar Muhammad Soleh melalui sambungan telepon dari Arab Saudi.

Ia juga mengimbau pihak-pihak yang mengaku sebagai ahli waris atau merasa memiliki tanah kas desa agar bersikap bijak.

“Negara kita adalah negara hukum. Jika merasa berhak, silakan ajukan tuntutan ke pengadilan. Kami akan mematuhi keputusan hukum yang berlaku,” tambahnya.

Saat disinggung, jika tanah tersebut sudah ada putusan PTUN dan juga MA, Sholeh beralibi, bahwa putusan PTUN adalah gugatan yang dilayangkan ke BPN, dan bukan kepada Pemdes Lojejer.

“Putusan PTUN kan yang digugat BPN, bukan Pemdes atau kepala Desa Lojejer,” ujar Sholeh

Pernyataan kepala desa ini disanggah Masyhuri selaku kuasa kuasa ahli waris dan Masykur SH. MH, selaku kuasa hukum ahli waris, menurutnya apa yang disampaikan oleh kepala desa tersebut bertolak belakang dengan hasil putusan PTUN dan Mahkamah Agung.

Bahkan pihak ahli waris menilai, M. Sholeh selaku Kepala Desa telah melanggar hukum, dan melakukan kebohongan publik, padahal sudah jelas, hasil dari PTUN maupun MA sudah ingkrah dan final serta berkekuatan hukum tetap.

“Apa yang disampaikan oleh kepala desa Lojejer, adalah bentuk kebohongan publik sebagai pejabat negara, selain itu, putusan PTUN, klien kami juga sudah dikabulkan, dan Kepala Desa sudah melakukan Kasasi ke MA, dimana hasilnya juga ditolak, lha ini kok malah menyuruh kita mengajukan tuntutan ke pengadilan, ini kan aneh, ini sama saja kepala desa tersebut melawan putusan pengadilan,” jelas Maskur.

Maskur juga menyatakan, bahwa penguasaan lahan milik kliennya yang dilakukan oleh pemerintah desa Lojejer, juga berpotensi pidana, karena menguasai lahan yang bukan haknya.

“Mungkin kepala desa tersebut tidak mau belajar dari kasus sebelumnya, dimana pada tahun 2009, yang bersangkutan melakukan hal yang sama dan menjadi terdakwa hukuman penjara 4 bulan, lha ini kok malah melakukan lagi,” sesal pengacara asal Pasuruan tersebut.

Pihaknya tidak main, main dalam menangani perkara ini, akan kembali membawa ke ranah pidana dan juga perdata terhadap kades Lojejer.

Seperti diketahui, tanah seluas 176 ribu hektar lebih (49 hektar) merupakan tanah bekas Erfpacht Verponding dengan atas nama tuan Frits Kindt atau masyarakat sekitar menyebut tuan Kin, dan pada tahun 1942, tuan Kin yang merupakan orang Belanda menikah dengan Ny. Kanirah, karena tidak memiliki anak, keduanya mengadopsi anak bernama Tampina yang juga memiliki ahli waris Erli Triani Astutik.

Tanah seluas 49 hektar tersebut oleh tuan Kin dikelola kan kepada perangkat desa untuk menggarapnya hingga puluhan tahun.

Dan sekitar tahun 2000, pihak Pemdes Lojejer yang saat itu dijabat oleh Suyono Iksan diminta untuk dijadikan tanah ganjaran desa, tapi oleh ibu Tampina ditolak, sehingga berperkara di Pengadilan Negeri Jember.

Dimana hasil dari perkara di Pengadilan Negeri Jember tersebut, pihak Pemdes Lojejer dengan sukarela menyerahkan tanah tersebut kepada ahli waris dari tuan Kindt, penyerahan tanah ini juga di buatkan berita acara yang ditanda tangani oleh Suyono Iksan.

Namun pada kisaran tahun 2004, persoalan kembali muncul, saat jabatan kepala desa dipegang oleh M. Sholeh, saat itu muncul sertifikat-sertifikat dan akte jual beli, pihak ahli warispun menggugat BPN ke PTUN Surabaya, dan hasilnya dikabulkan dengan nomor putusan 52/G.TUN/2004/PTUN.SBY.

Namun putusan ini masih disanggah oleh M. Sholeh, sehingga Pemdes Lojejer melakukan Kasasi Banding ke Mahkamah Agung, namun hasilnya kembali gagal, Kasasinya ditolak oleh MA.

Rupanya perlawanan tidak sampai disini, pada tahun 2009, M. Sholeh bersama perangkat desa dan sejumlah orang, melakukan perusakan dan penguasaan atas tanah tersebut, hingga berujung pada pidana dengan laporan ke Mapolres Jember, hingga di persidangan, Kades Lojejer tersebut didakwa bersalah dan menghukum terdakwa 4 bulan penjara sebagai tahanan luar, putusan ini teregister dengan nomor 1230/Pid B/2009/PN. Jr.

Kini kasus ini kembali mencuat seiring terbitnya Surat Hak Pakai yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten Jember. (Ma)

Comment538 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.