Indonesia Pasca 78 Tahun HMI

Comment390 views
  • Share

Oleh Moch Eksan

Lafran Pane beserta 30 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada Rabu, 5 Februari 1947, dengan 2 tujuan perjuangan. Pertama, tujuan perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Dan kedua, tujuan perjuangan untuk menegakkan dan mengembangkan syariat Islam.

Setelah HMI berusia 78 tahun, bagaimana kemerdekaan Indonesia dan syariat Islam di Indonesia? Jawabannya, sudah banyak yang telah dilakukan oleh para kader dan alumni HMI untuk meningkatkan derajat hidup bangsa dan umat Islam Indonesia. Namun, yang belum dilaksanakan jauh lebih banyak. Sehingga perjuangan HMI tak akan pernah berakhir sampai akhir masa.

Setiap generasi punya perjuangannya sendiri. Dan setiap perjuangan punya generasinya sendiri. Generasi dan perjuangan itu bagaikan sisi dua keping mata uang. Bisa dibedakan tapi tak bisa dipisahkan. Sejarah telah mencatat, tak kurang dari 35 orang yang pernah menjadi ketua umum PBHMI mulai berdiri sampai sekarang.

 

BACA JUGA : https://kuasarakyat.com/kemana-civil-islam-dari-nu/

Sejarah Indonesia mencatat siklus perubahan 20 tahunan, kepemimpinan HMI telah melewati 4 kali siklus. Antara lain:

Pertama, siklus satu antara 1947-1967. HMI pada masa ini dipimpin oleh Lafran Pane (1948), Mohammad Syafaat Mintaradja (1948), Achmad Tirtosudiro (1948-1949), Lukman El Hakim (1950-1951), Ahmad Dahlan Ranuwihardja (1951-1953), Daliar Noer (1953-1955), Amir Rajab Batubara (1955-1957), Ismail Hasan Metareum (1957-1960), Nursal (1960-1963), Sulastomo (1963-1966).

Kedua, siklus dua antara 1967-1987. HMI masa ini dipimpin oleh Nurcholish Madjid (1966-1971), Akbar Tandjung (1971-1974), Ridwan Saidi (1974-1976), Chumaidi Syarif Romas (1976-1978), Abdullah Hehamahua (1978-1981), Ahmad Zaky Siradj (1981-1983), Herry Azhar Azis (1983-1986).

Ketiga, siklus tiga antara 1987-2007. HMI masa ini dipimpin oleh Muhammad Saleh Khalid (1986-1988), Herman Widyananda (1988-1990), Ferry Mursyidan Baldan (1990-1992), Yahya Zaini (1992-1995), Taufik Hidayat (1995-1997), Anas Urbaningrum (1997-1999), Muhammad Fakhruddin (1999-2002), Kholis Malik (2002-2003), Hasanuddin (2003-2006).

Keempat, siklus empat antara 2007-2027. HMI di masa ini dipimpin oleh Fajar Zulkarnaen (2006-2008), Arif Mustofa (2008-2010), Noer Fajriensyah (2010-2013), Arief Rosyid (2013-2015), Mulyadi P Tamsir (2015-2018), Respiratori Saddam Al-Jihad (2018-2020), Arya Kharisma Ardy (2020-2021), Raihan Ariatama (2021-2023), Bagas Kurniawan (2023-2025).

Para ketua umum PBHMI di atas menggambarkan wajah HMI selama 78 tahun. Meski wajah HMI lebih kompleks dari sekadar 35 orang tokoh di atas. Setidaknya, mereka menjadi halaman depan dari rumah perjuangan HMI selama 8 dekade terakhir. Mereka anak bangsa yang menorehkan sejarah dari setiap perjalanan Indonesia dan Islam di Indonesia. Tentu sesuai dengan peran dan kiprahnya di tengah-tengah masyarakat pasca berproses di HMI.

Negara telah mengakui kontribusi HMI bagi tegak dan berkembangnya Republik Indonesia. Ini dibuktikan dengan penetapan pendiri HMI sebagai pahlawan nasional pada 6 November 2017. Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 115/TK/Tahun 2017, Lafran Pane ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Lafran Pane adalah 1 dari 206 pahlawan nasional yang dinilai oleh negara berjasa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Meraka kusama bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi kedualatan negara. Imperialisme dan kolonialisme yang telah menghisap kekayaan negara selama 3 abad lebih, nyata menyengsarakan kehidupan rakyat.

Dengan 20 Badko, 267 cabang, 5 cabang istimewa di luar negeri, 2.000 komisariat, 350 ribu anggota di seluruh Indonesia, dan jaringan alumni yang menyebar di seluruh bidang, maka HMI dapat memberikan kontribusi lebih kongkrit bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera yang diridhai oleh Allah SWT.

Sejatinya, HMI bukan sekadar organisasi kader, akan tetapi organisasi perjuangan dalam mewujudkan cita-cita nasional seperti pada Pembukaan UUD 1945 berikut ini:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Selamanya, cita-cita nasional di atas tetap menjadi problem ideal. Sedangkan realitasnya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selalu jauh dari kondisi ideal tersebut. Seluruh anak bangsa punya tugas dan tanggungjawab yang sama mendekatkan cita ideal dengan realitas sosial. Terlebih HMI sebagai organisasi kemahasiswaan tertua di Tanah Air.

Yang perlu dicatat, bahwa Allah SWT baru meridhai negeri ini, bila keadilan dan kesejahteraan terwujud.Tanpa itu, negeri ini akan tetap menjadi negara yang dimurka selamanya. Sebab, dalam pandangan Cak Nur, terdapat dua pandangan ulama yang terkait dengan keadilan dan kemakmuran tersebut.

Pertama, pandangan Ibnu Taimiyah, “Allah akan menolong negara yang adil sekalipun kafir dan akan membinasakan negara yang zhalim sekalipun beriman.”

Kedua, pandangan Imam Ali bin Abi Thalib, “dengan kemiskinan negeri sendiri seperti negara orang lain. Sebaliknya, dengan kekayaan negeri orang lain seperti negeri sendiri”.

Dua pandangan di atas mesti menjadi spirit dari kader dan alumni HMI dalam melakukan kerja-kerja keadilan dan kemakmuran. Semua itu harus berawal dari diri sendiri dengan mewujudkan keadilan dalam fikiran dan kemakmuran dalam hati. Baru kemudian berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara.

Seluruh keluarga besar HMI sudah semestinya menjadi solusi bukan menjadi problem bangsa. Selamat Milad HMI ke-78. Yakin usaha sampai. Bahagia HMI!.

Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute

BACA JUGA : https://kuasarakyat.com/kemana-civil-islam-dari-nu/

Comment390 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.