Oleh Moch Eksan
“Saya punya hubungan emosional dengan para guru. Bapak saya seorang guru”, kata Presiden Prabowo Subianto pada puncak acara Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) pada Kamis, 28 November 2024, di Jakarta Internasional Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur.
Ayah Prabowo, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, adalah guru besar Universitas Indonesia. Ia pendiri Fakultas Ekonomi yang banyak melahirkan para ekonom terkemuka. Semisal Sri Mulyani, Chatib Basri, Emil Salim, Widjojo Nitisastro, dan lain sebagainya.
Para murid Begawan Ekonomi ini disebut “Mafia Berkeley” yang menjadi arsitek ekonomi Orde Baru. Sebuah pemikiran ekonomi yang memadukan ekonomi pasar dan intervensi pemerintah. Alumni University of California at Berkeley inilah yang menguasai bidang ekonomi dan keuangan pemerintah yang berfaham ekonomi liberal di Indonesia.
Nitisastronomic sampai sekarang terasa rekam jejaknya dalam rancang bangun ekonomi nasional. Keberadaan 3 pelaku utama ekonomi, swasta, BUMN dan koperasi, bukti landskap ekonomi yang ditanggalkan oleh para murid ayah Prabowo.
Rupanya, Prabowo menangis pada saat mengumumkan kenaikan gaji guru, karena teringat ayahandanya yang telah meninggal 23 tahun lalu. Seorang tokoh yang punya kontribusi nyata pada bidang pendidikan dan ekonomi sekaligus.
Selain, Prabowo terharu bisa menaikkan kesejahteraan guru meski jumlahnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Minimal, 1,9 juta guru di seluruh Tanah Air sedikit bisa tersenyum menghadapi himpitan ekonomi yang keras.
Kenaikan 1 kali gaji pokok bagi guru Aparatur Sipil Negara (ASN), dan 2 juta bagi guru sertifikasi non ASN, pengakuan Prabowo, menaikan pos anggaran pendidikan Rp 16,7 triliun.
Barangtentu, jumlah tersebut taklah seimbang dengan peran serta dan sumbangsih para guru dalam pembangunan bangsa. Prabowo secara retoris menyatakan bahwa guru adalah kunci kebangkitan bangsa, serta pelopor dan pejuang pembangunan nasional.
Prabowo bertestimoni, sebagai presiden bisa berdiri di hadapan para guru, karena tempaan guru di sekolah dan seniornya di militer. Kendati secara jujur diakui sendiri, ia termasuk murid yang bandel.
Prabowo bukan hanya menyebut dirinya murid bandel tapi juga taruna nakal yang langganan distrap. Ia mengilustrasikan, bila ada 100 taruna yang dihukum, pasti salah satunya adalah Prabowo. Bila ada 50, atau 30 atau 10 taruna yang dihukum, pasti salah satunya ada nama Prabowo. Dan bila ada 1 taruna yang dihukum, itu jelas taruna Prabowo.
Nampaknya, ucapan Prabowo yang blak-blakan dan bersikap apa adanya ini yang disukai oleh publik, sehingga murid bandel dan taruna nakal ini menjadi presiden ke-8 dengan kemenangan tebal.
Atas dasar itu, Prabowo menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih pada para guru, sekaligus penghormatan ala militer pada dewan guru yang merayakan HGN dimaksud. Ini manifestasi dari pandangan, sikap dan perjuangan dalam menempatkan pendidikan sebagai prioritas pembangunan nasional.
Bahkan Prabowo punya pendirian yang unik untuk memberantas kemiskinan dengan pendidikan. Apakah pendirian ini merupakan hasil kajian dan penelitian atau sekadar ingin membahagiakan guru secara demagogik?
Secara teoritis, pendirian Prabowo ternyata berbasis teori yang kuat yang menguak hubungan negatif antara kemiskinan dan pendidikan. Sebut saja penelitian dari Nada Karaman Aksentijevic yang berjudul “Education, Proverty and Income Inequality in The Republic of Croatia”.
“Semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat kemiskinan dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah tingkat kemiskinan”.
Kesimpulan penelitian di Kroasi di atas juga dikukuhkan dengan hasil penelitian di Afrika yang dilakukan oleh David Bloom dkk yang berjudul, “Higher Education and Economic Development in Africa”.
Alhasil, pembangunan pendidikan dan pengentasan kemiskinan bisa berjalan bersamaan. Kedua bidang ini berkelindan secara timbal balik. Antara yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi secara implikatif.
Pendidikan yang baik berdampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan. Sebab, dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik, siapapun bisa dengan mudah dapat pekerjaan dan taraf hidup yang baik pula. Begitupun sebaliknya.
Prabowo telah membuktikan anggaran negara terbesar bagi dunia pendidikan. Bukan pada bidang pertahanan seperti India dan Amerika. Ini adalah wujud komitmen presiden dalam merealisasikan Asta Cita pemerintahan pasca Jokowi.
Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku “Kerikil Di Balik Sepatu Anies”