Mengenal Maqomat dan Ahwal : SABAR (KH. MOH. ZUHRI ZAINI,BA)

Comment442 views
  • Share

Probolinggo, kuasarakyat.com – Pada hari kamis tanggal 30 Mei 2024, Lembaga Pembinaan Pondok Mahasiswa Universitas Nurul Jadid menggelar acara rutin bulanan Kuliah Tasawuf, yang pada bulan ini sudah masuk pada pertemuan Ke-9. Kuliah tasawuf ini diampu oleh Pengasuh PP. Nurul Jadid Paiton probolinggo yang diikuti oleh semua Mahasiswa, Alumni, simpatisan dan lainnya melalui Luring dan daring. Daring melalui Youtube Universitas Nurul Jadid dan Luring bagi Mahasiswa di Musholla Riyadhus Shoilihin dan Puteri dimusholla Puteri dimasing-masing Wilayah di PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
KH. Moh. Zuhri Zaini dalam penyampaiannya menyampaikan bahwa Orang seringkali memaknai sabar secara sederhana. Dalam bahasa Arab, kesabaran biasanya disebut dengan dua istilah, yaitu صَبْرٌ (shabrun) dan حلم (hilm). Hilm sering dimaknai “tidak mudah marah” (sabar) atau terkadang dimaknai sebagai “santun”. Misalnya, ketika kita diganggu orang, namun kita tidak membalasnya. Ini adalah bentuk sabar, begitu juga disebut sebagai “hilm”. Oleh karena itu Allah ﷻ disebut Al-Halim, Dzat yang Maha Halim. Artinya tidak segera menindak atau mengazab.
Sabar itu bukan lemah atau ketidakberdayaan. Menurut orang Kristen, katanya ada ajaran Nabi Isa tentang kesabaran, yaitu “jika kamu ditempeleng pipi kananmu maka berikanlah pipi kirimu”. Sebetulnya, hal seperti itu bukan bentuk kesabaran, akan tetapi bentuk kelemahan. Hal ini sama seperti ketika hak kita dilanggar, barang kita diambil oleh perampok misalnya, lalu kita diam saja, bahkan kita merelakan barang kita untuk diambil. Ini adalah bentuk kelemahan, bukan kesabaran.
Orang sabar bukan berarti orang yang tidak bisa marah atau pemarah. Orang sabar tetap bisa marah, tapi dapat mengendalikan kemarahannya. Contoh yang paling jelas adalah Nabi Muhammad ﷺ, beliau bukan tidak marah ketika melihat sesuatu yang tidak disukainya, ketika itu wajah beliau me-merah padam, tapi beliau tidak sampai memaki orang atau hal yang tidak disukainya, apalagi melakukan kekerasan fisik kepadanya.
Maka dengan itu, hakikat kesabaran adalah kemampuan untuk mengendalikan diri kita (nafsu) terutama ketika bergejolaknya emosi.
Macam dan Tingkatan Kesabaran
Ada tiga macam tingkat kesabaran menurut Ulama Tasawuf.
1. Sabar menghadapi musibah. Tingkatan ini adalah tingkat yang paling rendah dari ketiga tingkatan itu. Sebab musibah datang dari luar rencana kita dan dapat menimpa siapa saja tanpa memandang bulu, baik yang kaya atau miskin. Sabar dalam menghadapi musibah ini harus dengan motif yang berdasarkan pada Allah ﷻ, karena ada juga sabar menghadapi musibah atas dasar motif nafsu, yaitu tidak berdaya dalam menghadapi musibah.
2. Sabar dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan perintah Allah ﷻ. Sabar ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi ketimbang sabar menghadapi musibah. Karena tidak semua orang mampu melaksanakan perintah itu, bahkan kebanyakan dari kita tidak melaksanakan perintah-perintah Allah ﷻ. Padahal tidak berat, seperti shalat Subuh yang hanya dua rakaat, tapi rasanya seperti memikul beban satu kwintal untuk mengerjakannya. Hal itu disebabkan karena berlawanan dengan keinginan nafsu, sedangkan kita belum bisa melawan atau mengendalikan nafsu itu. Artinya kita masih belum menganggap shalat sebagai kebutuhan apalagi kesenangan, melainkan menganggap sholat sebagai beban.
3. Kesabaran yang ketiga adalah sabar menjauhi larangan Allah ﷻ. Kesabaran ini, menurut Imam al-Ghazali, adalah tingkat yang tertinggi. Sebab, larangan ini adalah kesenangan bagi nafsu, dan orang yang sudah terlanjur senang itu sulit dicegah. Oleh karena itu, sabar yang ketiga ini hanya dapat dilalui oleh orang yang betul bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah ﷻ.
Untuk menghadapi ketiganya, kita harus bersabar. Tentu bersabar itu dengan motif untuk menjalankan perintah Allah ﷻ, bukan karena sesuatu yang bersifat duniawi. Sabar yang dilakukan karena Allah ﷻ pasti disertai oleh dzikir.
Hakikat sabar adalah kemampuan mengendalikan diri kita. Motif yang benar dalam bersabar adalah mendasarkan sabar untuk menjalankan perintah Allah ﷻ semata. Sabar itu bukan hanya menghadapi musibah, tapi juga sabar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, terutama sabar dalam menjauhi hal-hal yang disukai nafsu. Untuk mencapai kesabaran itu harus didasari oleh kesadaran tentang makna hikmah kesabaran. Namun hal itu tidak cukup hanya diraih dengan kesadaran dan pengetahuan, akan tetapi juga harus melalui latihan kesabaran yang dimulai dari hal-hal kecil.
Wallahualam bissawab.
*) Artikel ini merupakan hasil catatan Kuliah Tasawuf ke-9 tentang “Mengenal Maqomat dan Ahwal” yang diampu oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini di Musala Riyadlus Shalihin pada Kamis (30/05/24) yang diadakan oleh Lembaga Pembinaan Pondok Mahasiswa Universitas Nurul Jadid Paiton. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam artikel ini yang datangnya dari penulis semata, sebagaimana semua kebenaran dalam artikel ini adalah milik Allah ﷻ.
Oleh: Ahmad Zainul Khofi (Humas PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Comment442 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.