Meretas Politik Uang, Mewujudkan Demokrasi Subtantif

Comment696 views
  • Share

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu instrument atau media dalam mewujudkan terealisasinya cita-cita dan tujuan pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan amanat dan ketetapan konstitusi dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Pemilu diselenggarakan dalam rangka memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah. Atas dasar ini, Pemilu sebenarnya merupakan cara untuk mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi yang menempat kedaulatan rakyat pada posisi paling tinggi.
Salah satu prinsip demokrasi ialah terlaksananya proses pemilihan umum yang bebas dan adil serta dilaksanakan secara periodik yaitu lima tahun sekali. Untuk itu, peran serta publik, dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan inti dari negara demokrasi. Artinya, pengisian jabatan politik seperti eksekutif dan legislative baik ditingkat pusat dan di daerah dilakukan melalui pemilu.
Namun demikian, belakangan nilai-nilai demokrasi itu telah bergeser. Kedaulatan tidak lagi menjadi yang utama dalam menentukan arah kepemimpinan baik dari tingkat desa maupun pada tingkat nasional. Publik atau masyarakat dalam menentukan pilihan dalam setiap pemilu, bukan lagi berangkat dari kesadaran idealisme tapi kepada pengaruh pragmatisme politik. Hal ini menjadi ironi untuk masa depan politik dan demokrasi negeri ini.
Politik Uang
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Pemilu merupakan instrumen paling ideal dalam memilih kepemimpinan publik baik dari unsur eksekutif maupun legislatif. Sebab, dalam rakyat diberi kewenangan dan kebebansan untuk memilih sesuai hati nuraninya. Akan tetapi belakangan Pemilu tidak lagi menjadikan rakyat sebagai penguasa utama. Hal ini tidak bisa lepas dari fenomena politik uang yang semakin massif dalam setiap pemilu.
Dalam pemilu 2024 misalnya, politik uang merupakan senjata utama dalam meraih kemenangan, baik itu berbentuk amplop maupun wujudnya Bansos. Banyak masyarakat memilih calon tertentu karena diberi amplop dan bansos, sehingga visi misi tidak lagi menjadi dasar dalam menentukan pilihan. Kondisi ini sangat menyedihkan mengingat fungsi Pemilu ialah untuk menyaring bibit unggul untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat.
Isu politik uang seringkali muncul dalam setiap momentum Pemilu. Praktik politik uang tidak hanya merusak sistem demokrasi tapi juga membuat cost politik menjadi mahal. Terminologi politik uang disini dapat dikonotasikan sebagai praktek pembelian suara pemilih oleh peserta pemilu, maupun oleh tim sukses, baik yang resmi maupun tidak, biasanya sebelum pemungutan suara dilakukan. Akibatnya, pemilu tidak bisa menghasilkan pemimpin atau wakil rakyat tidak memiliki kualitas mumpuni.
Dalam sistem demokrasi, politik uang memang salah satu faktor tidak berjalannya fungsi demokrasi. Melalui politik uang, masyarakat atau pemilih kehilangan kedaulatannya, dalam memilih kandidat pejabat publik melalui pertimbangan rasional, seperti rekam jejak, kinerja, program maupun janji kampanye karena memilih kandidat hanya karena pemberian uang belaka.
Demokrasi Subtansial
Demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan instrumen ideal untuk menggapai kepemimpinan yang berintegritas. Oleh karena perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokarsi yang dimaksud disini adalah bagaimana menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan utama dan mengembalikan hukum sebagai fungsi kontrol dan penindakan.
Dalam konteks itu, J. J. Rousseau mengatakan bahwa bentuk demokrasi yang ideal adalah pemerintahan yang dikelola oleh rakyat itu sendiri, lebih baik daripada perwakilan rakyat yang orangorangnya dihasilkan melalui pemilihan. Artinya, melalui Pemilu rakyat bisa menentukan sendiri wakilnya diparlemen dan eksekutif tingkat pusat maupun daerah untuk menjalankan roda pemerintahan.
Untuk mewujudkan itu, diperbaikan di berbagai sektor. Peningkatan kualitas sumber daya  manusia melalui pendidikan politik, perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu, perbaikan pada pelayanan publik dan komitimen steakholder dalam menjaga kualitas demokrasi. Untuk itulah maka  praktik-praktik politik uang harus kita presser melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan politik secara merata.
Tujuan pendidikan politik tersebut, bukan hanya soal melaksanakan perintah undang-undang, akan tetapi bagaimana membangun kesadaran masyarakat atau pemilih tentang demokrasi, sehingga masyarakat atau pemilih memiliki nalar kritis, tidak jual beli suara dan tidak diskriminasi terhadap pemilih. Melalui nalar kritis yang dimiliki pemilih, maka tidak akan ada ruang lagi bagi praktik politik uang dan demokrasi subtantif dapat terwujud. Wallahu A’lam

Oleh : Hendra Wahyudi, S.HI

Comment696 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.