Jember, KR. Com – Kasus pernikahan dini di Kabupaten Jember, saat ini masih tergolong tinggi, dari data yang diterima Jatim Times dengan sumber Kantor Kementerian Agama Jember, jumlah pernikahan dibawah usia 19 tahun pada 2020 bagi kaum perempuan mencapai 664 kasus atau 62,28 persen, dan bagi kaum laki-laki mencapai 402 kasus.
Sedangkan jumlah angka pernikahan dengan lulusan Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Jember juga cukup tinggi, yakni mencapai 28,15 persen untuk pengantin perempuan dan 21,23 persen untuk pengantin laki-laki tanpa menyebut jumlah riil angka pernikahan,
“Hal ini terjadi, karena banyak warga di Jember yang memiliki budaya malu memiliki anak perawan tua daripada anak menjadi janda, padahal angka perceraian di Kabupaten Jember juga masih tergolong tinggi, yakni 5998 kasus selama tahun 2020,” ujar Dr. Linda Dwi Eriyanti ketua Pusat Studi Gender Uniersitas Jember saat menjadi narasumber acara Program Jember SAE dengan tema perempuan Tangguh yang digelar Polres Jember bekerjasama dengan LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unej Minggu (21/3/2021).
Linda menjelaskan, beberapa faktor penyebab angka perceraian yang tinggi di Kabupaten Jember, hampir mayoritas karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang mencapai 3048 kasus atau (50,63 persen), dimana dari kasus ini terurai karena faktor ekonomi dan KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga).
“Ketidak siapan menikah secara fisik dan psikologis menjadi faktor, sehingga sumber pendapatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti sandang pangan tidak terpenuhi, begitu juga kematangan emosi dalam menghadapi masalah serta ketimpangan relasi gender,” bebernya.
Sehingga banyak pengantin muda maupun orang tua yang kurang memahami dampak dari pernikahan dini. “Banyak orang tua yang menikahkan anaknya dan langsung membebankan tanggung jawabnya ke pihak laki-laki, sedangkan dari sisi ekonomi mereka juga belum mampu,” jelasnya.
Dari beberapa uraian tersebut, menjadikan Jember sebagai penyumbang AKI (Angka Kematian Ibu) tertinggi di Jawa Timur, yakni mencapai 61 jiwa, dan AKB (Angka Kematian Bayi) mencapai 324 kasus.
“Hal inilah yang sekarang menjadi PR pemerintah daerah dan semua elemen di Jember, peran kearifan lokal yakni tokoh masyarakat sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada warga disekitarnya, jangan sampai ada orang tua yang berpikiran dari pada zina lebih baik dinikahkan,” ujar Linda.
Sementara Hj. Kasih Fajarini Hendy Siswanto selaku ketua TP PKK Kabupaten Jember, dalam kesempatan tersebut juga mengatakan, pihaknya akan merangkul seluruh elemen mulai dari hulu hingga hilir untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pencegahan pernikahan dini.
“Memang pernikahan dini menjadi persoalan serius di kabupaten Jember, karena dari pernikahan dini juga menghasilkan keturunan yang kurang sehat, sehingga Jember menjadi kabupaten dengan kasus stunting yang tinggi di Jawa Timur, oleh karenanya kami dari TP PKK akan mengerahkan seluruh elemen sampai di tingkat RT, pengurus RT harus memberikan edukasi kepada warganya soal pernikahan dini ini,” pungkas Ibu Rien panggilan dari Hj. Kasih Fajarini. (*)