JEMBER,Kuasarakyat.com – Sidang kekerasan seksual dengan agenda pemeriksaan terdakwa diwarnai dengan aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) Jember Kamis (14/10/2021).
Aksi itu dilakukan oleh koalisi tolak kekerasan seksual Jember. Mereka datang dengan membawa pamflet sebagai dukungan agar majlis hakim PN Jember memberikan rasa keadilan pada korban
Koordinator aksi, Trisna Dwi Yuni Aresta menjelaskan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen Universitas Jember itu telah menodai dunia pendidikan. Terduga pelakunya yakni dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) dengan inisial RH.
Korbannya adalah keponakannya yang masih anak di bawah umur. “Kami telah mengawal kasus ini sejak April 2021 lalu sampai sekarang,” kata dia.
Dia mengaku pengawalan kasus itu tetap dilakukan untuk memastikan korban mendapatkan keadilan serta perlindungan dan pelaku mendapat hukuman yang sepantasnya.
Baca Juga: Dosen Unej Ditahan Karena Kasus Kekerasan Seksual, Rektor Minta Dekan Ambil Alih Tanggung Jawabnya
Trisna mengaku pelaku RH telah melanggar undang undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 82 ayat (1) dan (2) yang merujuk pada Pasal 76 E Tentang Perlindungan Anak. Didalamnya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana degan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
“Untuk tetap memastikan persidangan berlangsung dengan semestinya kita harus konsisten untuk mengawal serta mendukung hakim agar memberikan vonis yang berkeadilan bagi korban,” tutur dia.
Pihaknya mendukung secara penuh proses peradilan di Pengadilan Negeri Jember untuk terklaksana secara adil, terutama memberikan rasa keadilan bagi korban. “Kami mendukung Majelis Hakim PN Jember untuk menjerat pelaku RH dengan UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2),” papar dia.
Penasihat hukum terdakwa RH, Freddy Andreas Caesar mengatakan peradilan menganut asas praduga tak bersalah. Untuk itu, pihaknya meminta agar tidak menjastifikasi pelaku bersalah sebelum ada keputusan dari pengadilan.
Sebab harus dibuktikan dulu sesuai dengan fakta dan aturan hukum yang ada. “Harus dibuktikan dulu,” ujar dia. (Bs)