Ambulan desa (Ambuldes) merupakan program Bupati Jember, dr Hj Faida, MMR (2016-2021). Program ini nempel pada program dan kegiatan perumusan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan rujukan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jember.
Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan anggaran tak kurang 6,7 Milliar lebih untuk menggaji sopir ambuldes. Ini nomenklatur baru yang menyerap tenaga sampai 248 orang di seluruh Kabupaten Jember.
Jadi, keberadaan sopir ambuldes ini melekat pada program dan kegiatan Dinkes semata. Setiap tahun, surat keputusan pengangkatan sopir ambuldes dilakukan oleh Kadinkes.
Masa kerja sopir ambuldes juga berdasarkan program dan kegiatan yang bergantung pada tahun anggaran berjalan.
Sedari awal posisi sopir ambuldes sangat lemah. Keberadaannya bukan atas mandat peraturan perundangan, melainkan tuntutan program yang bergantung pada good will dari pemerintah daerah.
Di era Bupati Ir H Hendy Siswanto, ST, IPU, sopir ambuldes dilakukan seleksi ulang. Proses seleksi dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk oleh Bupati.
Bupati yang menetapkan hasil seleksi sopir ambuldes berdasarkan berita acara, laporan monitoring, evaluasi dan analisa hasil seleksi dari tim tersebut.
Penetapan itu tertuang dalam Surat Bupati Nomor 800/47176/311/2021 yang ditujukan kepada Camat, Kepala Puskesmas, dan peserta seleksi pengemudi ambulan desa. Surat tertanggal 31 Desember 2021 juga disertai lampiran yang berisi nama sopir ambuldes yang lolos seleksi dari 240 desa/kelurahan.
Bupati mentake over penetapan hasil seleksi sopir ambuldes dengan surat bupati, sementara tim seleksi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati.
Tata kelola administrasi negara seperti ini kurang lazim. Apalagi, dasar hukum pembuatan Surat Keputusan Bupati tak berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan.
Keberadaan sopir ambuldes tak memiliki rujukan hukum yang berasal dari Perda atau Perbup. Kecuali program atau kegiatan perumusan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan rujukan pada Perda APBD.
Tegasnya, serangkaian kebijakan bupati membentuk tim seleksi dan menetapkan sopir ambuldes sendiri, sebuah produk administrasi negara yang tergolong berani.
Ini tak lepas dari bobot politis di balik balada sopir ambuldes yang menjadi pilar pemenangan bupati petahana pada Pilkada Serentak 2020 lalu.
Sulit ditepis tudingan berapa pihak, penetapan hasil seleksi sopir ambuldes mengandung unsur balas budi dan balas dendam. Betapapun proses seleksi berjalan obyektif, pasti menuai protes.
Bupati harus mengklarifikasi beberapa temuan. Ada sinyalemen dugaan sopir ambuldes yang lolos justru tak mengikuti tes. Ini berdasarkan kesaksian sopir ambuldes yang lama. Seperti dalam kasus Desa Plalangan Kalisat dan Desa Karangharjo Silo.
Selain, materi tes yang terdiri dari 20 soal dan 1 menit praktek yang tak mengarah pada ujian kompetensi spesifik, sopir ambuldes. Tapi, lebih tepat pada profesi sopir secara umum.
Sementara, bidang kesehatan menuntut peningkatan pelayanan yang lebih baik. Pandemi Covid-19 belum berakhir. Omicron merupakan varian baru yang membutuhkan sopir ambuldes yang berpengalaman, cinta pada pekerjaan dan totalitas dalam pengabdian.
Selama Pandemi Covid-19, sopir ambuldes yang lama, rerata telah menunjukkan kinerja yang baik. Mereka mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan orang lain.
Pada waktu penyebaran virus Corona mengalami masa puncak-puncaknya, banyak sopir ambuldes yang terpapar. Ada pula yang sampai meninggal dunia. Pahlawan kesehatan tersebut antara lain:
Pertama, Sahabat Saiful Bahri (Desa Mangaran Kecamatan Ajung),
Kedua, Sahabat Yatiman (Desa Pringgowirawan Kecamatan Sumberbaru), Ketiga, Sahabat Din (Desa Sempolan Kecamatan Silo), Keempat, Sahabat Samsul (Desa Langkap Kecamatan Bangsalsari).
Ibarat tebu, habis manis sepah dibuang. Setelah kasus baru Covid-19 melandai, banyak sopir ambuldes lama tersingkir. Mereka kalah bersaing dengan pendaftar baru yang tak punya pengalaman sama sekali melayani pasien rujukan.
Sesungguhnya, sopir ambuldes lama merupakan pekerja yang punya hak-hak normatif, seperti tertera dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Mereka punya hak terhadap uang tali asih atau pesangon akibat dari PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Namun, pada Surat Kontrak yang lama, hak normatif tersebut tidak ada. Apalagi, manfaat dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Nasib sopir ambuldes lama seperti kata pepatah jatuh masih tertimpa tangga. Sekarang, mereka kehilangan pekerjaan sekaligus tanpa jaminan sosial apa pun. Nasibnya, benar-benar tragis.
Gubernur Jawa Timur, Dr Soekarwo, SH, MHum (2009-2019), mengatakan bahwa pekerjaan bagi seseorang bukan semata penghasilan tapi juga kehormatan. Sopir ambuldes lama telah kehilangan penghasilan sekaligus kehormatan tersebut.
Untuk melanjutkan hidup, sopir ambuldes lama yang tak lolos, harus mencari pekerjaan lain demi menafkahi keluarga dan membiayai anak-anaknya. Mereka banyak terkendala usia untuk bekerja di sektor formal. Wiraswasta merupakan alternatif profesi yang paling memungkinkan.
Sahabat! sakitmu adalah sakitku, bahagiamu adalah bahagiaku. Allah SWT pasti tak akan menguji kita di luar kemampuan kita. Yakinlah, Dzat Pemberi Rezeki akan memberikan pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik dari sopir ambuldes. Amien!!
*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute