Jember, Vaksinasi dan Potensi Sanksi Disinsentif

Comment1,028 views
  • Share

Jelang waktu Maghrib, ada pesan WhatsApp masuk ke handphone saya. Dr dr Kohar Hari Santoso, Sp.AN, KIC, KAP, mantan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dan Direktur Rumah Sakit Daerah (RSUD) dr Saiful Anwar Malang, Ketua Tim Tracing Satgas Covid-19, mengirim pesan. “Assalamualaikum Pak Eksan! Untuk meningkatkan vaksinasi di Jember dan sekitarnya mohon saran Panjenengan?“.

Sejurus saya tanya balik kepada Dokter Kelahiran Bangkalan, 3 Desember 1961 ini, “Memang berapa capaian terakhir vaksinasi Jember Dokter?“. Lantas, Dr Kohar mengirim Data Cakupan Vaksinasi di Jawa Timur Per 7 Januari 2022 Pukul 18.00 WIB. Dari data tersebut, ternyata Jember berada di posisi 33 dari 38 Kabupaten/kota di seluruh Jatim.

Ada dua data yang berbeda, antara Kontrol Tower Vaksin dan Kontrol Tower Vaksin KTP. Cakupan vaksinasi Covid-1 versi data pertama sebesar 65,96 persen. Sementara versi data kedua sebesar 72,32 persen. Capaian ini di bawah capain vaksinasi Jatim yang sudah tembus di angka 80,56 persen atau 81,48 persen. Juga dibawah capaian vaksinasi nasional yang sudah mencapai 81,52 persen.

Sesungguhnya, Bupati Jember, Ir H Hendy Siswanto, ST, IPU, di akhir Desamber 2021 dan awal Januari 2022, telah menggenjot program vaksinasi dengan cara door to door di seluruh pelosok kampung. Namun, dengan waktu yang terbatas, ternyata belum dapat memenuhi target yang diinginkan. Barangtentu, ini pekerjaan rumah (PR) dalam membangun herd immunity warga Kota Cerutu Dunia ini.

Secara epidemilogis, herd immunity (kekebalan kelompok) salah satunya terbentuk melalui vaksinasi yang sejak 1923 telah teruji dan terbukti sangat efektif untuk mencegah penyabaran penyakit menular. Ilmuwan World Health Organization (WHO), Dr Soumya Swaminathan mengatakan bahwa sekurang-kurangnya untuk membentuk kekebalan kelompok, populasi yang divaksin membutuhkan antara 60 persen sampai dengan 70 persen.

Dalam konteks sains, capaian vaksinasi Jember sudah memenuhi standar minimal kekebalan kelompok menurut WHO di atas. Akan tetapi dalam konteks public policy, masih jauh dari target pemerintah yang mematok 80 persen vaksinasi Cov-1 dan 50 persen vaksinasi Cov-2. Kota Karnaval terbesar ketiga di dunia ini dituntut untuk menyelesaikan tunggakan vaksinasi tersebut.

Menteri Dalam Negeri, Jenderal Polri Tito Karnavian, telah memberikan warning keras pada daerah yang capaian vaksinasi rendah untuk tidak memberikan Dana Insentif Daerah (DID). Sehubungan dengan ini, kebijakan vaksinasi Jember digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Bila sanksi disinsentif ini dialami, maka jelas ini sangat merugikan bagi masyarakat Jember secara keseluruhan.

Pada tahun anggaran 2021, Jember satu-satunya daerah yang tak mendapatkan alokasi DID. Sedangkan, 37 kabupaten/kota yang lain, semua mendapat alokasi DID tersebut. Jumlah anggaran insentif ini bervariasi, terendah Kabupaten Sumenep 9,1 miliar dan tertinggi Kabupaten Malang 100,5 miliar.

Banyak pihak dapat memahami, bila Jember tahun anggaran 2021, DID zonk. Ini lantaran carut marut anggaran dan tata kelola birokrasi di tengah transisi kepemimpin daerah dari Bupati dr Hj Faida MMR pada Bupati Hendy. Namun, bila Jember tahun anggaran 2022, DID juga zonk. Maka, sungguh ini tak masuk akal. Mengapa?

Pertama, Bupati Hendy telah berhasil menyelesaikan carut marut anggaran dan tata kelola birokrasi. Modal finansial dan manajerial belum efektif mengakselerasi mesin uang dan birokrasi untuk meningkatkan target vaksinasi.

Kedua, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan lebih dari cukup mendukung program peningkatan vaksinasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember, menyebutkan bahwa di daerah ini terdapat 11 rumah sakit, 50 puskesmas, 138 puskesmas pembantu, 71 poliklinik, 125 polindes, 254 apotik, 2869 posyandu. Fasilitas kesehatan tersebut disokong oleh rasio dokter, bidan, perawat, farmasi, dan ahli gizi dengan jumlah penduduk relatif cukup.

Ketiga, Pemkab tak berjalan sendiri dalam melaksanakan program vaksinasi. TNI/Polri, partai, ormas, pesantren, perguruan tinggi, sekolah, relawan vaksin, dan elemen masyarakat lainnya aktif membantu Pemkab dalam memenuhi target vaksinasi.

Jadi, kegagalan target vaksinasi Jember sejatinya tak boleh terjadi. Potensi nakes dan fakes lebih dari cukup sekadar memenuhi target vaksinasi pemerintah. Kegagalan ini berhubungan langsung dengan kinerja bidang kesehatan yang belum maksimal. Kinerja ini terkait dengan beban kerja yang tak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan. Pembayaran Insentif nakes acapkali mengalami kelambatan.

Selain itu, para elite nakes tak jarang punya beban masa lalu. Bayang-bayang rezim pemerintahan sebelumnya mewarnai kebijakan balas budi dan balas dendam dalam penempatan pejabat. Bupati Hendy nampak belum sepenuhnya menganut merit system dalam promosi, mutasi dan sanksi para pembantunya dalam membangunan kesehatan daerah.

*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute

Comment1,028 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.