Mahasiswa di Jember Cabuli Bocah 5 Tahun Sepupunya Sendiri, Kuasa Hukum : Kami Minta Bebas

Comment406 views
  • Share

Jember, kuasarakyat.com – Muhammad Yasin Magrobi (22) warga Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, yang tega mencabuli sepupunya sendiri XN (5), mendapatkan titik terang.

Mahasiswa di salah satu perguruan swasta ternama di Jember tersebut, akhirnya mendapatkan vonis 7 tahun penjara setelah melewati persidangan yang di lakukan di Ruang Sidang Candra, Pengadilan Negeri Jember, Senin (15/04/2025).

Vonis tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, dengan sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Aryo Widiatmoko dengan anggota I Gusti Ngurah Taruna serta Arman S. Herman.

Namun, terdakwa melalui kuasa hukumnya meminta agar kliennya itu bisa dibebaskan dengan alasan kasus tersebut tak terbukti dan kliennya dianggap tidak pernah melakukan pencabulan terhadap korban sebagaimana dimaksud dalam hasil putusan sidang.

Kasus pencabulan tersebut, terjadi sekitar tahun 2023 lalu. Setelah melewati beberapa proses, akhirnya Terdakwa Muhammad Yasin Magrobi dinilai terbukti secara hukum melakukan perbuatan pencabulan terhadap korban yang saat itu masih duduk di bangku TK.

Berdasarkan proses pembuktian di persidangan, majelis hakim menyatakan terdakwa melanggar pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016.

Namun dari putusan majelis hakim tersebut, terdakwa melalui kuasa hukum masih menyatakan pikir-pikir dan akan mengambil tindakan upaya hukum.

Saat diwawancarai, pengacara terdakwa Dimastya Febbyanto mengatakan, terdapat tiga faktor yang menjadi pertimbangan pihaknya, untuk melakukan upaya hukum terhadap kliennya tersebut.

“Pertama, karena dari fakta persidangan. Dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU, maupun saksi a de charge (saksi meringankan terdakwa), juga saksi ahli. Itu semuanya tidak terbukti menurut kami. Karena dari keterangan saksi ahli, pertimbangannya sangat tidak logis dan banyak pertimbangan yang menyatakan kemungkinan, kemungkinan, dan kemungkinan,” ujarnya.

Lanjut Dimas, terdapat saksi ahli yang berbicara, bahwa korban tersebut, bisa jadi mengalami benturan jatuh maupun adanya garukan tangannya sendiri di area kelaminnya.

“Karena dalam fakta persidangan, anak korban itu mengalami keputian yang sangat klinis. Keputian yang tingkatan dari keterangan dokter sudah tingkatan akhir dan membuat efek gatal,” ulasnya.

“Artinya dalam kasus pencabulan tersebut tidak terjadi persetubuhan dan apapun yang didugakan kepada klien kami itu sebenarnya tidak terbukti sama sekali. Karena kami berpegang pada Asas testimonium de auditum di mana dalam fakta-fakta persidangan hanya ada saksi korban saja. Dan pernyataan dari saksi ahli yang tadi saya katakan tidak menjadi landasan klien kami ini bersalah,” sambungnya.

Terkait faktor kedua, lanjut Dimas, tidak adanya satu orang pun saksi yang melihat adanya kejadian dugaan pencabulan terdakwa terhadap korban.

“Karena keterangan yang menjadi acuan majelis hakim dan fakta persidangan, hanya dari keterangan saksi korban. Bahkan dari kejadian yang dimaksud dugaan pencabulan tersebut, tidak ada satu orang pun yang melihat dan mengetahui adanya kejadian tersebut,” ungkapnya.

“Maka kami berpegang dengan asas testimonium de auditum, dimana tidak ada saksi yang melihat, mendengar langsung, hanya berdasarkan keterangan korban,” sambungnya.

Kemudian faktor yang ketiga, lanjut Dimas, adanya masalah internal keluarga korban dengan keluarga terdakwa.

“Adanya permasalahan dalam keluarga, dimana ada kecemburuan sosial antara orangtua korban dan orangtua terdakwa. Sehingga, terkait dengan upaya hukum yang kami ambil dalam waktu tujuh hari ke depan ini, kami pikir-pikir,” ujarnya.

Dimas juga berharap, dari upaya hukum yang akan dilakukan, kliennya tersebut bisa terbebas dari hukuman.

“Dari harapan penyelesaian hukum terhadap klien kami, harapan kami akan dibebaskan. Karena dari fakta-fakta persidangan klien kami dan dari saksi-saksi itu keterangan semua tidak ada yang terbukti,” ulasnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adik Sri Sumarsih mengatakan, sebelumnya terdakwa MY dituntut 9 tahun penjara dengan denda 10 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.

“Tapi putusan vonis yang diberikan (kepada terdakwa MY), oleh hakim yakni 7 tahun penjara, denda 10 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan,” ujarnya.

“Selama 7 hari sejak putusan, penasehat hukum terdakwa maupun terdakwa menyatakan sikap untuk pikir pikir. Apakah mau mengajukan banding maupun menerima putusan itu. Kita tunggu saja 7 hari setelah putusan ini. Saat ini belum punya kekuatan hukum tetap, atau belum inkrah,” sambungnya. (Rio)

Comment406 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.