Oleh Moch Eksan
Pidato Presiden Prabowo Subianto pada KTT D-8 di Kairo Mesir, Kamis, 19 Desember 2024, tetap menjadi pembicaraan publik sampai sekarang. Kendati acara sudah usai, efek pidato itu masih terasa aktual di dalam mau luar negeri.
Hal ini tak terlepas dari tiga hal. Pertama, menyangkut isi pidato Prabowo yang dinilai sangat berani. Kedua, terkait dengan respon negara peserta pertemuan yang beragam. Dan, ketiga, berhubungan dengan tindaklanjut hasil pertemuan dalam peningkatan kerjasama 8 negara muslim.
Pidato Prabowo disampaikan di hadapan para pemimpin negara D-8 selama 7 menit. Pertemuan di Istana Kepresiden New Administrative Capital Mesir, dihadiri oleh Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Turkiye Recep Toyib Erdogan, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif secara pribadi.
Sedangkan Presiden Negeria Bola Ahmed Adekunle Tinubu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dan Presiden Bangladesh Muhammad Shihabuddin tak hadir secara langsung. Tapi diwakili oleh para delegasi.
KTT D-8 juga dihadiri secara khusus oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dan Menteri Luar Negeri Negara Azerbaijan Jeyhun Bayramov yang menjadi anggota baru dari blok ekonomi yang menguasai 60 persen perdagangan negara-negara muslim di dunia.
Pada saat menyampaikan pidato dengan Bahasa Inggris tersebut, Prabowo menyerukan persatuan dan kerjasama yang baik dari 8 negara berpenduduk muslim terbesar. Tanpa kekompakan, deklarasi dukungan dan bantuan kemanusiaan terhadap Palestina tak bakal efektif.
Prabowo menyampaikan kenyataan bahwa suara negara-negara muslim tak didengar. Penegakan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) tak berlaku di negara muslim. Apalagi, negara-negara muslim terpecah belah oleh politik devide et impera dari bekas negara penjajah.
Sebuah realitas menyedihkan, konflik internal negara muslim terjadi sampai sekarang. Prabowo mencontohkan, “Kita lihat Sudan, pemimpin Muslim melawan pemimpin Muslim. Kita lihat Libya, pemimpin Muslim melawan pemimpin Muslim. Kita lihat Yaman, pemimpin Muslim melawan pemimpin Muslim. Kapan ini akan berakhir? Bagaimana kita bisa membantu Palestina jika kita terus bertengkar di antara kita? Mari kita jujur”.
Indonesia, kata Prabowo, berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama, bagaimanapun caranya. Negara-negara muslim harus satu suara dalam melakukan tindakan agar suaranya didengar oleh dunia internasional. Bila tidak, dunia internasional tak bakal mendengar seruan damai umat Islam.
Rupanya, kritik keras Prabowo terhadap para pemimpin negara muslim D-8 ini, tak semua negara senang. Ada yang mendukung, ada yang diam dan ada pula yang work out dari pertemuan. Itu adalah bukti solidaritas umat Islam masih sangat lemah, hatta di antara elite pemimpin negara.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan dukungan terhadap pidato Prabowo yang mengungkapkan kebenaran pahit namun harus disikapi dengan arif dan bijak. Terutama dalam memperjuangkan hak Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Sementara, pemimpin negara peserta lain justru diam mendengar pidato Prabowo yang berapi-api penuh amarah atas konflik internal umat Islam yang melemahkan solidaritas antara negara muslim.
Padahal, populasi negara muslim mencapai 2 miliar manusia atau 25 persen populasi penduduk dunia. Disamping, memiliki sumberdaya alam yang besar. Namun, pengaruh organisasi antar negara muslim seperti ini tak berpengaruh lantaran pertikaian sesama.
Presiden Turkiye Recep Toyib Erdogan justru melakukan aksi work out dari forum. Prediksi para pengamat, aksi Erdogan bentuk protes terhadap isi pidato Prabowo yang dinilai terlalu masuk pada urusan internal negara muslim masing-masing.
Setiap negara, punya PR politik dalam negeri sendiri-sendiri. Dimana negara lain tak boleh ikut mencampuri kedaulatan negara lain. Semua konflik internal adalah urusan pemerintah dan kelompok antipemerintah yang oposan dalam menyelesaikannya.
Lepas dari uraian di atas, seruan persatuan dunia Islam dari Prabowo seperti pil pahit bagi pemimpin yang digoyang oleh gerakan separatisme dan makar. Mereka terlibat baku tembak dan baku bunuh sesama umat dan anak bangsa. Sebab lazim, gerakan massa dan bersenjata anti pemerintah di beberapa negara melibatkan perang pengaruh negara Tripolar dunia, baik Amerika, Rusia maupun China.
Disinilah, Prabowo dinilai kurang sensitif terhadap dinamika dan peta konflik dalam hal negeri dari negara-negara tersebut. Apalagi, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia belum benar-benar tuntas menangani gerakan separatisme. Khusus Gerakan Papua Merdeka (GPK) yang acapkali menganggu keamanan nasional.
Memang dalam kasus Timor Leste dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Indonesia telah menyelesaikan dengan pemisahan diri dari NKRI sebagai hasil Referendum 1999, serta pemberlakuan otonomi khusus bagi Aceh hasil perjanjian damai Helsinski Finlandia 2005.
Kondisi politik dalam negeri Indonesia, memang hari ini pada posisi terbaik dalam sepanjang sejarah pasca kemerdekaan. Sehingga seruan persatuan dunia Islam relevan dan kontekstual. Seperti kata Anies Rasyid Baswedan, rival Prabowo pada Pilpres 2024, diplomasi Indonesia dalam berbagai lawatan dan pertemuan Probowo dengan pemimpin negara lain terlihat wibawa di mata dunia.
Untuk itu, kepemimpinan Indonesia di D-8 sangat penting dan strategis untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antar para anggota. Utamanya dalam meningkatkan konstribusi nilai transaksi bagi perdagangan dunia serta sumbangan nilai PDB masing-masing negara.
Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute
BACA JUGA : https://kuasarakyat.com/tokoh-nu-yang-bersahaja/