Sidang Sengketa Tanah Eks Lokalisasi Puger, Saksi Tergugat Bantah BAP Pemkab

Comment1,052 views
  • Share

Jember, kuasarakyat.com – Sidang gugatan tanah eks lokalisasi Besini di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger Jember, yang digelar di Pengadilan Negeri Jember pada Senin (10/5/2024), dengan tergugat 1 Pemkab Jember, Tergugat 2 Pemerintah Kecamatan Puger, Tergugat 3 Pemdes Puger Kulon, serta sejumlah pihak yang turut tergugat, agenda mendengarkan keterangan Saksi dari pihak tergugat.

Ada 4 Saksi yang dihadirkan pihak tergugat, yakni Pak Mat, Burman, Tumiran dan juga Sukib, dimana ke empat Saksi merupakan warga sekitar, yang diabggap mengetahui proses berdirinya lokalisasi Besini Puger.

Namun ada yang aneh dari keterangan Saksi Burman, pria yang sudah berusia 80 tahun ini, mengaku sebagai tim ukur kapling yang ditunjuk oleh Pemdes Puger Kulon saat itu, ia kala itu menjabat sebagai kepala Dusun sekaligus Hansip.

Dalam keterangannya si depan majelis Hakim, Burman menyatakan, bahwa dirinya ikut mengukur tanah kampling, yang nantinya akan dijadikan pondokan para mucikari.

“Saya termasuk bagian dari tim yang mengukur, yang diperintah oleh pak Kades Kumari, bersama dengan Muspika, Pemkab dan juga pihak pengairan, setahun saya, kami tidak mengukur tanah milik bu Supren (penggugat), karena tanah bumbu Supren tidak masuk dalam kapling lokalisasi, ujar Burman.

Namun saat ditunjukkan adanya BAP (Berita acara), jika pada sekitar bulan 6 tahun 1989, saat Pemka Jember melakukan relokasi lokalisasi dari Kaliputih Rambipuji ke Puger, dimana dalam BAP ada tanda tangan, tertulis ada 2900 meter persegi tanah bu Supren yang ikut diukur.

Dengan tegas, Burman menyatakan, bahwa itu tidak benar, meski dirinya ikut tanda tangan salam BAP yang dibuat Pemkab, “Ini salah pak, saya tidak mengukur tanah milik bu Supren,” tegas Burman.

Fredy Andreas Caesa, Kuasa Hukum tergugat 1 yakni Pemkab Jember, menyikapi keterangan Saksi Burman setelah usai menyatakan, bahwa BAP yang dibuat Pemkab pada tahun tersebut benar adanya, dia juga memiliki bukti kwitansi pembelian,

“Saya kira, apa yang disampaikan Saksi tadi, karena dia lupa, karena kejadian yang sudah lama, dan usia dia juga sudah mencapai 80 tahun, jadi saya kira wajar, tapi kami tetap percaya, jika tana tersebut, sudah dibeli oleh Pemkab Jember,” ujar Andreas.

Andreas jiga heran, kenapa baru sekarang tanah terawbut digugat, jika memang merasa sebagai ahli warisnya, kenapa tidak saat banyak Saksi yang masih hidup saat itu. “Seharusnya mereka menggugat, saat banyak saksi yang masih hidup,” ujarnya.

Menyikapi hal ini, Budi Hariyanto SH, kepada wartawan menyatakan, bahwa penyelesaian tanah eks lokalisasi itu sendiri, sebenarnya sudah dipersoalkan ahli waris, seiring tumbangnya orde Baru, saat itu kliennya audah mulai menanyakan status tanahnya.

“Dan puncaknya, saat lokalisasi tersebut resmi ditutup oleh Pemkab Jember pada tahun 2007, saat itulah, upaya kliennya untuk kembali mendapatkan hak tanahnya,” ujar Budi.

Tidak hanya itu, salah satu Saksi, yakni Pak Mat yang memberikan keterangan, bahwa dua kali Saksi mengajukan permohonan sertifikat pada lahan yang ditempatinya, namun sampai sekarang tidak bisa.

“Dari keterangan Saksi tadi, kan sudah jelas, jika saksi mengajukan permohonan sertifikat tanah pada program PTSL, tapi kan ga bisa, karena ada persetujuan dari ahli waris,” ujar Budi.

Gugatan memperjuangkan lahan eks lokalisasi Puger ini sendiri, bermula saat pemilik lahan, yakni Supren dkk, bermaksud menawarkan tanah milik tersebut, untuk dijual, namun penjualan tanah ini ditentang oleh Pemerintah Desa Puger Kulon, dengan alasan, bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara.

Akibat pernyataan pemdes Puger Kulon, jika tanah eks lokalisasi Puger adalah tanah negara, membuat pemilik lahan melakukan gugatan.

Abdul Majid dan Sujak, yang juga menjadi Saksi dalam konferensi sebelumnya menyatakan, bahwa tanah milik Supren, dijadikan sebagai tempat relokasi eks Lokalisasi Kaliputih Puger, sekitar tahun 1989.

 

Saat itu, ada beberapa lahan milik warga lainnya yang juga menjadi tempat lokalisasi, dimana pada proses awal, beberapa warga yang lahannya dijadikan lokalisasi, didatangi oleh Kepala Desa dan juga anggota koramil saat itu.

“Kami didatangi oleh bapak kepala desa, saat itu dijabat oleh pak Juremi, juga ada tentara, kami harus menyetujui lahan kami dijadikan tempat lokalisasi, alasan waktu itu, saya harus membantu pemerintah, jika tidak mau, saya di cap sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia) ),” ujar Abdul Majid.

Karena ada tekanan dan intimidasi, Abdul Majid dan Sujak, serta beberapa warga lainnyapun, akhirnya menyetujui lahannya, dijadikan sebagai tempat lokalisasi.

“Saya takut dicap PKI pak, sebab kalau sudah dicap PKI, maka akan ditembak, jadi terpaksa saya menyetuji lahan saya digunakan sebagai tempat lokalisasi,” ujar Abdul Majid saat memberikan kesaksiannya di konferensi beberapa waktu lalu.

Majid juga menyatakan, jika saat lahannya dijadikan tempat lokalisasi, warga hanya mendapat ganti rugi tanaman saja, tanpa ganti rugi tanah, sehingga tanah tersebut masih menjadi hak warga.

“Karena pada tahun 2007, lokalisasi tersebut sudah ditutup, maka kami meminta hak kami kembali, namun kami mengalami kendala, karena tanah tersebut diklaim milik Pemkab Jember, hal ini yang akhirnya kami perjuangkan,” ujarnya.

Sementara Fredy Andreas Caesar SH, selaku kuasa hukum dari Pemkab Jember, disambut usai konferensi menyatakan, bahwa kasus penyelesaian tanah ini, sudah pernah digugat sebelumnya, dimana dalam gugatan tersebut sudah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Dimana kasus tersebut tidak bisa dipersidangan, karena dianggap cacat Formil.

“Dulu penyelesaian ini sudah pernah digugat, dan dinyatakan NO oleh pengadilan, dan sekarang digugat untuk kedua kalinya, ya kami kami sudah menyiapkan semuanya dalam sidang pembuktian berikutnya, termasuk kwitansi pembelian,” pungkas Andreas. (Ma)

BAJA JUGA : https://kuasarakyat.com/ahli-waris-gugat-pemkab-jember-dan-penghuni-eks-lokalisasi-saksi-kalau-gak-bantu-saya-dicap-pki/

Comment1,052 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.