The End Of History and The Last Jakarta

Comment949 views
  • Share
Foto Jakarta, Sumber pexels

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani telah mengetok Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-undang (UU). UU IKN ini menjadi landasan hukum bagi perpindahan ibu kota negara Indonesia dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ke Propinsi Kalimantan Timur.

Terkecuali Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), semua fraksi yang ada di DPR sepakat ibu kota negara pindah. Ini artinya, Indonesia akan memiliki ibu kota baru. Setelah, ratusan tahun Jakarta menjadi pusat pemerintah dari mulai Hindia Belanda, Jepang sampai Indonesia Merdeka.

Jakarta nama lain dari Sunda Kepala atau Jayakarta atau Batavia yang dibentuk pada 1527. Ibu kota yang berjuluk the big durian sama dengan Kota New York yang bergelar the big apple. Sebuah kota pemerintahan, perdagangan, hiburan dan seni.

Kota yang sudah berusia 495 tahun ini, telah menjadi bagian sejarah penting dari rezim kekuasaan yang jatuh bangun. Kota ini awalnya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda (397-1527), masuk wilayah Kesultanan Cirebon (1527-1619), ibu kota kerajaan Hindia Belanda (1619-1942), kemudian menjadi pusat negara taklukan Kekaisaran Jepang (1942-1945), dan selanjutnya menjadi ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (1945-sekarang).

Praktis, Jakarta menjadi pusat pemerintah semenjak pemerintah Hindia Belanda sampai sekarang. Tak kurang dari empat abad lebih, kota seluas 7.659,92 km2 ini adalah tempat elite penguasa bermukim dan mengendalikan pemerintahan berabad-abad lamanya. Sehingga, kota ini menjadi kota metropolis yang dihuni banyak pendatang dari dalam maupun luar negeri.

Propinsi berpenduduk 10.562.088 jiwa menjadi kantor pusat kementerian, lembaga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan dalam negeri dan asing, kedutaan besar, badan-badan internasional dan lain sebagainya. Posisi ini membawa aura kharismatik tersendiri bagi daerah pimpinan Anies Baswedan ini.

Presiden, wakil presiden, menteri, anggota DPR dan DPD, para pimpinan perusahaan negara dan swasta, pimpinan partai, para duta besar, pimpinan badan dunia, pengusaha, pesohor, artis, jurnalis, pekerja jasa dan lain sebagainya, tumplek blek di Jakarta. Wajar, bila daerah ini memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi di Indonesia dengan skor 81,11.

Barokah sebagai ibu kota negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta juga tertinggi bila dibandingkan dengan 33 propinsi lain. Pada 2022, anggaran yang didok oleh Pemprov dan DPRD Jakarta sebesar Rp 82,47 triliun. Sedangkan, pendapatan asli pada 2021 tembus Rp 52,89 triliun.

Bahkan, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Jakarta merupakan jantung Indonesia. Perputaran uang, ekonomi dan bisnis sebagian besar terjadi di kota besutan Sunan Gunung Jati ini. Diperkirakan 70 persen, duit berputar di kota ini. Sisanya, 30 persen baru beredar di seluruh daerah Indonesia lainnya.

Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono menyampaikan bahwa pada Juli 2021, uang yang beredar luas sebesar Rp 7.149,2 triliun. Ini berarti, uang beredar di Jakarta diperkirakan sekitar Rp 5.004,44 triliun. Sedangkan, yang beredar di daerah lain di seluruh Nusantara hanya sekitar Rp 2.144,76 triliun.

Kondisi tersebut yang menyebabkan ketimpangan yang menganga antara Jakarta dan daerah-daerah di Indonesia. Sehingga, perkembangan pembangunan Jakarta sangat pesat, sedangkan di luar Jakarta sangat lambat. Inilah menjadi latar belakang soal urbanisasi, kampung kumuh, kemacetan dan banjir di daerah ini yang tak kunjung bisa diselesaikan oleh penguasa siapapun. Daerah ini overcapacity dari sisi lingkungan dan pembangunan lainnya.

Namun langsung atau tidak, UU IKN yang digagas oleh Presiden Jokowi akan mendown-grade kedudukan dan fungsi Jakarta sebagai ibukota dan daerah otonomi yang khusus. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, pasca diberlakukannya UU IKN nanti, bakal tak memiliki kekuatan hukum lagi. Jakarta layaknya daerah-daerah otonomi lain di Tanah Air.

Pemindahan ibu kota pasti berimplikasi luas terhadap Jakarta secara historis, politis dan ekonomis. Ini bagi penduduk Jakarta seperti “mimpi buruk’. Mirip dengan judul buku The End of History and The Last Man karya Francis Fukuyama. Bahwa Presiden Jokowi yang mantan gubernur DKI Jakartalah yang telah mengakhiri evolusi sejarah kekhususan dan penduduk Jakarta menjadi daerah otonomi biasa.

Memang, supremasi historis dan politis Jakarta akan segera berakhir. Para pejabat tinggi negara akan hijrah ke Ibu Kota Nusantara. Pemindahan sumberdaya manusia dan finansial otomatis menyertai pemindahan ibu kota. Jakarta sulit menghindari menjadi bagian sejarah masa lalu, dan bukan lagi menjadi bagian sejarah masa depan ibu kota bangsa.

Kendati, pemindahan ibu kota negara adalah sesuatu hal yang biasa terjadi di sejumlah negara, seperti Logis ke Abuja Nigeria, Kolkata ke New Delhi India, Yangon ke Naypyidaw Myanmar, Sydney ke Canberra Australia, Rio de Jeneiro ke Brasilia Brazil, dan lain sebagainya.

Perpindahan ibukota ini merupakan legacy Presiden Jokowi bersama anggota DPR RI Periode 2019-2024. Khususnya anggota dewan fraksi dari PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Bila keputusan ini membawa dampak positif bagi kemajuan Indonesia, maka insentif politik akan diperoleh oleh mereka. Bila sebaliknya, mereka akan dikutuk oleh seluruh anak bangsa sepanjang sejarah.

*Moch Eksan, Pendiri Eksan Instutute

Writer: Moch Eksan
Comment949 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.