JEMBER, Kuasarakyaat.com – Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember menggelar aksi di bundaran DPRD Jember Senin (29/3/2021). Mereka mendesak agar Kapolri Jend Pol Listyo Sigit Prabowo agar menuntaskan kasus kekerasan yang dialami oleh Jurnalis Tempo Nurhadi.
Ketua AJI Jember Ira Rachmawati mengatakan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis TEMPO, Nurhadi pada Sabtu (27/03) lalu harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Kekerasan tersebut terjadi saat Nurhadi sedang melakukan kerja-kerja jurnalistiknya. Padahal sudah dilindungi oleh UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
AJI Jember mengutuk kasus kekerasan yang dilakukan terhadap Nurhadi tersebut. “AJI Jember mendesak agar Kapolri mengontrol anak buahnya untuk memastikan kasus ini segera diusut tuntas,” terang ketua AJI Jember Ira Rachmawati.
AJI Jember memberikan beberapa poin yang patut menjadi catatan atas insiden tersebut. Pertama, kerja jurnalistik yang dilakukan Nurhadi terkait kasus korupsi yang membelit seorang penyelenggara negara.
Sementara Korupsi termasuk kategori kejahatan kerah putih (white collar crime) yang penanganannya memiliki tingkat kesulitan tersendiri dan secara umum sarat konflik kepentingan.
“Karena itu, kerja-kerja jurnalistik yang berkualitas seringkali berkontribusi untuk mempercepat penanganan kasus korupsi secara tuntas,” terang dia.
Kerja jurnalistik untuk mengungkap kasus korupsi seperti yang dilakukan Nurhadi merupakan kerja jurnalistik profesional untuk kepentingan publik. Hal itu dilakukan para jurnalis demi mewujudkan Indonesia yang lebih bersih
Untuk itu, kekerasan yang menimpa Nurhadi di Surabaya, harus dilawan bersama oleh semua pihak.
Kedua, melihat durasi kekerasan yang berlangsung cukup lama dan lokasi yang berpindah-pindah, publik dapat menilai apa yang menimpa Nurhadi dilakukan dengan matang dan amat keji.
Karena itu, AJI Jember mendesak agar polisi mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk aktor intelektualnya. Indikasi keterlibatan anggota TNI dalam penganiayaan terhadap Nurhadi, semestinya juga mendorong Polisi Militer untuk pro aktif terhadap kasus ini.
Ketiga, indikasi penggunaan anggota kepolisian dan TNI untuk mengawal kepentingan pihak tertentu dan digunakan untuk mengintimidasi kerja jurnalis, seharusnya menjadi perhatian petinggi kedua institusi tersebut. Sebab, TNI/Polri dibiayai negara untuk kepentingan warga.
AJI Jember menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Sebab kasus itu terjadi tidak lama setelah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang juga terjadi di Situbondo. Yakni Jurnalis JTV, Andi Nurholis.
“Dia mendapat perlakuan kasar dari ajudan Menteri KKP saat meliput acara sang menteri,” ujar dia.
Berdasarkan catatan AJI dan LBH Pers, tren kasus kekerasan terhadap jurnalis cenderung meningkat selama beberapa tahun terakhir. Sepanjang tahun 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap wartawan dan media, meningkat 32 persen dibandingkan pada 2019 (79 kasus).
Sedangkan pada tahun 2018, kasus kekerasan terhadap jurnalis mencapai 64 kasus, meningkat dibanding tahun 2017 yang mencapai 60 kasus.
Tren peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis, salah satunya disebabkan karena penanganan terhadap kasus itu tidak dilakukan secara tuntas. Kondisi ini mendorong terjadinya impunitas dan menyuburkan pola pikir bahwa kekerasan adalah jalan efektif untuk memberangus pers. Sebuah kondisi yang membahayakan kepentingan publik.