Jatuh bangun Raih Kekuasaan, Kisah Inspiratif Prabowo Subianto (Bagian-1)

Comment334 views
  • Share

Oleh Moch Eksan

Presiden Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951. Ia putra ketiga dari keluarga terpelajar Jawa dan Minahasa. Bapaknya, Soemitro Djojohadikusumo. Dan Ibunya, Dora Marie Sigar. Pernikahan lintas etnis dan agama ini dipertemukan waktu sama-sama kuliah di Belanda pada era sebelum kemerdekaan.

Soemitro dan Dora adalah putra putri Indonesia yang beruntung bisa menikmati pendidikan tinggi. Mereka belajar di Negeri Kincir Angin pada kisaran 1935-1947. Soemitro mahasiswa ekonomi. Sedangkan Dora mahasiswa keperawatan.

Pasangan Islam dan Protestan ini menikah pada 1947. Dan, dikarunia empat anak. Masing-masing 2 perempuan dan 2 laki. Mereka Biantiningsih Miderawati Djiwandono, Miarjani Ekawati Lemaistre, Prabowo Subianto dan Hasyim Djojohadikusumo.

Prabowo kecil tinggal di daerah Matraman Jakarta Timur sejak lahir sampai usia 7 tahun. Waktu itu kakeknya, RM Margono Djojohadikusumo menjadi Direktur Utama Bank Nasional Indonesia (BNI) ’46. Dan, ayahnya sedang menjadi menteri perdagangan pada Kabinet Muhammad Natsir (1950-1951), kemudian menjadi menteri keuangan pada Kabinet Wilopo (1952-1953) dan Burhanuddin Harahap (1955-1956) di era Presiden Soekarno.

Sebagai anak pejabat negara, masa kanak-kanak Prabowo hidup serba kecukupan. Kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal lebih dari cukup dan samgat layak dibandingkan kebanyakan keluarga Indonesia.

Prabowo tumbuh sebagai anak yang berani, tegas, wibawa dan lucu, seperti weton kelahirannya Rabu Pon yang berneptu 14. Selain neptu ini punya perwatakan mudah marah, nekad dan tak mudah menyerah. Ternyata Primbon Jawa ini, sesuai dengan sifat keseharian Prabowo.

Namun, Prabowo kecil hidup di zona aman ini tak berlangsung lama. Sampai ayahnya terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumetara Barat pada 1958. Gerakan ini dianggap makar oleh Presiden Soekarno.

Akibatmya, Prabowo kecil ikut ayahnya dalam pelarian sampai keluar negeri. Keluarga ini pindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ayahnya sampai bekerja sebagai konsultan ekonomi di Singapura.

Mereka tak lama tinggal di negara Singa Putih lantaran kondisi politik Indonesia-Singapura dibawah bayang-bayang komunisme global hingga mengharuskan migrasi ke Hongkong. Prabowo kecil juga ikut diboyong beserta ibu dan saudara-saudarannya.

Di negara ini, Prabowo kecil melanjutkan sekolah internasional, Glenealy Junior School Hongkong (1960-1962), setelah sebelumnya sekolah di The Dean School Singapura (1957-1960).

Selanjutnya, keluarga Soemitro mengembara ke Malaysia, Swiss dan Inggris. Di negara pelarian tersebut, Prabowo kecil menempuh pendidikan menengah pertama dan akhir di Victoria Institute Malaysia (1962-1964), Zurich Internasional School Swiss (1964-1966), dan The American School In London Inggris (1966-1968).

Berkat berpindah-pindah negara, Prabowo menguasai banyak bahasa asing, seperti Inggris, Prancis, Jerman dan Belanda. Disamping, jaringan internasionalnya kuat.

Jadi, Prabowo menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di luar negeri. Baru pendidikan pra sekolah dan pendidikan tinggi di Indonesia. Ia tercatat sebagai siswa TK Sekolah Sumbangsih Jakarta (1956-1957), dan taruna militer di Akmil Magelang (1970-1974).

Masa-masa pelarian ini merupakan saat-saat yang berat bagi Soemitro sekeluarga. Padahal, ayahnya begawan ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh ekonomi Indonesia. Namun, karena perbedaan faham ekonomi dengan rezim penguasa, ayahnya difitnah korupsi untuk menggalang dana kampanye Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada Pemilu 1955.

Puncak perselisihan Soemitro-Soekarno, ayahnya mendukung perlawanan politis tokoh-tokoh Islam modernis, seperti Muhammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara, terhadap pemerintahan yang kekiri-kirian.

Atas tuduhan keterlibatan pada PRRI/Permesta, Partai Masyumi dan PSI dibubarkan oleh Bung Karno pada 1960. Para tokoh dua partai ini ditangkap dan dijebloskan ke penjara atas tuduhan makar.

Ini ongkos politis yang harus dibayar oleh partai dan tokoh yang kritis terhadap demokrasi terpimpin ala Orde Lama yang membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955.

Kebijakan tangan besi Bung Karno dalam membangun narasi Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) sebagai tawaran ideologis bagi perang ideologi dunia antara Amerika dan Uni Soviet, juga harus dibayar setimpal.

Atas tuduhan keterlibatan dalam pemberontakan G30S/PKI yang menewaskan para pahlawan Revolusi, Bung Karno terjungkal dari singgasana kekuasaannya. MPRS mengangkat Jenderal Soeharto menjadi Pj Presiden pada 1967.

Pergolakan politik pasca Republik Indonesia Serikat (RIS), memang berlangsung sengit dan berjalan lebih dari satu dekade. Kondisi politik nasional tak stabil. Pemerintahan jatuh bangun. Kabinet hanya berjalan seumur jagung. Inilah yang melatarbelakangi Bung Karno pada 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945.

Jujur harus diakui, landskap politik aliran yang mendominasi pergulatan politik Indonesia pada 1950-1970 telah menimbulkan korban bagi banyak pihak. Kelompok kanan dan kiri sama-sama kena. Dan bahkan kelompok non kanan kiri pun juga tak terkecuali. Ini periode perjalanan bangsa yang paling berdarah. Banyak nyawa sesama anak bangsa yang melayang atas alasan perjuangan agama dan ideologi.

Oleh karena itu, bangsa ini harus mengambil pelajaran, jangan sampai tergiur dengan jalan kekuasaan di luar prinsip-prinsip demokrasi. Rakyatlah jatuh-jatuhnya nanti yang paling rugi atas pertikaian elite yang tak berkesudahan.

Transisi kekuasaan dari Bung Karno ke Pak Harto, telah memberikan angin segar bagi keluarga Soemitro di pelarian. Upaya rezim Orde Baru membangun ekonomi, membutuhkan tenaga dan fikiran dari guru Widjojo Nitisastro dan Emil Salim yang menjadi tim ekonomi.

Sang begawan ekonomi harus turun gunung membenahi ekonomi negara yang carut-marut akibat pertikaian politik. Pak Harto akhirnya mengutus Ali Mortopo untuk membujuk Soemitro pulang ke Tanah Air.

Pemulangan Soemitro dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kemarahan orang-orang pro Seokarno dan PKI. Ini awal hubungan baik keluarga Seomitro-Seoharto.

Sepulangnya ke Tanah Air, ayahnya diangkat menjadi menteri perdagangan (1968-1973), dan menteri negara riset Indonesia (1973-1978) pada masa kepemimpinan Pak Harto di awal Orde Baru. Sehingga Prabowo remaja kembali menjadi anak pejabat negara dan berada dalam inner sircle kekuasaan terdalam.

Waktu itu, Prabowo remaja sudah berusia 16 tahun. Dan, ia telah lulus SMA di luar negeri. Ia sudah mendaftar kuliah dan diterima di dua universitas kenamaan di Amerika Serikat. Yaitu University of Corolado Boulder dan The George Washington University. Namun, ia mengurungkan niat itu dan memilih melanjutkan di Akmil pada 1970.

Menurut Alm Adnan Buyung Nasution, di sela-sela waktu belum jadi taruna militer, Prabowo sempat kuliah di Universitas Indonesia. Tapi setelah ia keluar dari universitas beralmamater Kuning ini. Full time menjalani pendidikan militer di Lembah Tidar Magelang selama empat tahun (1970-1974).

Buyung sempat bertanya kepada Prabowo alasan keluar dari UI dan masuk Akmil. Sebab, ia ingin menjadi presiden, menjadi pemimpin negara. Dan tentara pintu masuk yang paling visible untuk meraih jabatan tertinggi di Indonesia.

Jadi, Prabowo memang sedari remaja sudah mimpi jadi presiden. Berbeda halnya dengan kebanyakan para presiden lainnya yang tak pernah bercita-cita jadi presiden, hatta dalam mimpi sekalipun. Seperti pengakuan Presiden Soeharto, Gus Dur, SBY dan Jokowi.

Mimpi besar Prabowo ini wajar lantaran luang lingkup keluarga dan ambisinya ingin mewariskan nama dan reputasi bagi generasi berikutnya. Itulah yang disampikannya pada Qatar Economic Forum pada 15 Mei 2024.

Prabowo remaja dilalah juga menjadi menantu Presiden Soeharto. Ia menjalin hubungan asmara dengan Titiek Soeharto pada saat putri sang presiden menjadi mahasiswi dari ayahnya di Fakultas Ekonomi UI. Soemitro minta kepadanya untuk menjalin hubungan yang serius dan tak main-main.

Sebagai bukti keseriusannya, Prabowo berani melamar Titiek dengan diantar sang ayah langsung kepada penguasa Orde Baru. Lamaran Soemitro diterima oleh Pak Harto dan Bu Tien. Keduanya menikah pad 8 Mei 1983 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Proses akad nikah Prabowo-Titiek berdasarkan syariat Islam. Saksi dari pihak mempelai pria Jenderal M Yusuf (Ketua BPK), sedangkan, saksi mempelai perempuan adalah Jenderal Umar Wirahadikusuma (Wakil Presiden) waktu itu.

Tak lama menjalani biduk rumah tangga, Prabowo-Titiek dikarunia putra semata wayang yang diberi nama Didit Hadiprasetiyo. Seorang desainer kelas dunia yang merancang gaun pengantin Mutiara, putri Anies Baswedan, lawan Pilpres Prabowo 2024.

Didit Prabowo lahir setahun setelah pernikahan Prabowo-Titek dilangsungkan. Persisnya, pada 22 Maret 1984. Didit ini bukti cinta suci antara Prabowo dan Titiek yang tetap memilih hidup sendiri sejak bercerai pada 1998.

Spekulasi yang berkembang di publik, perceraian Prabowo-Titiek bukan karena kehadiran orang ketiga, tetapi karena politis. Hubungan keluarga besan ini terus memburuk, tatkala Soemitro di penghujung 1993, mengkritik Soeharto soal kebocoran APBN. Berdasarkan Incremental Capital Output Rasio (ICOR) Indonesia sebesar 5, maka anggaran pembangunan Indonesia bocor sampai 30 persen.

Kritik besan Soeharto ini menjadi amunisi bagi lawan-lawan politik pemerintah Orde Baru. Sehingga krisis ekonomi menimpa dan demontrasi mahasiswa memaksa sang mertua mundur dari jabatan sebagai presiden yang telah berkuasa 32 tahun.

Krisis 1998 merupakan kilas balik dari kehancuran keluarga dan kerusakan karier militer Prabowo. Pada tahun tersebut, ia kehilangan segalanya. Istri dan jabatan hilang terhempas oleh gelombang kemarahan rakyat terhadap pemerintah atas krisis multidimensional yang mendera bangsa ini.

Sekalipun dalam hatinya memberontak, Prabowo memilih ikhlas atas jalan takdir berpisah dengan perempuan yang dicintainya, dan melepas jabatan Pangkostrad yang tinggal 2 langkah lagi sampai pada jabatan presiden yang dimimpikannya.

Prabowo sejenak meninggalkan Tanah Air dan menetap di Yordania sejak 1998-2001. Paspor sempat tak bisa diperpanjang lantaran instruksi dari Jakarta pada Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman Yordania.

Prabowo pernah meminta tolong seniornya, Jenderal Luhut Binsar Penjaitan sebagai Duta Besar di Singapura, untuk menggunakan koneksinya membantu memperpanjang parspornya. Namun, upaya Luhut menghadapi tembok besar. Sampai ia meminta saran solutif dari Gus Dur saat berkunjung ke Yordania.

Gus Dur memberi kebebasan kepada Prabowo, mau pulang atau tetap tinggal sementara di Yordania. Selanjutnya, Presiden Megawatilah yang mengaku telah menyelamatkannya dari stateless atau tanpa kewarganegaraan.

Mega mengaku marah kepada Menlu dan Penglima TNI membiarkan Prabowo keleleran dengan status kewarganegaraan bermasalah. Padahal, ia adalah manusia Indonesia. Mega memerintahkan ia pulang dan diberi tanggungjawab.

Setelah ayahnya meninggal pada 9 Maret 2001 di Rumah Sakit Dharma Nugraha Rawamangun Jakarta Timur, Prabowo kembali menetap di Indonesia layaknya warga negara Indonesia yang lain. Ia bermetamorfosis sebagai pengusaha yang menjalani bisnis setelah berhentikan dari militer.

Memang semenjak Prabowo berhenti dari militer, Prabowo langsung tancap gas berbisnis. Melalui Nusantara Group, ia mengelola 27 perusahan di dalam maupun luar negeri. Perusahaan bergerak di bidang energi, tambang, kehutanan, perkebunan, dan perikanan.

Sebagai pengusaha Prabowo juga mengalami jatuh bangun. Bisnis tak selalu berjalan mulus. Misalnya PT Kertas Nusantara yang dibeli dari Bob Hasan dengan harga Rp 1,8 triliun dari hutang Bank Mandiri.

Perusahan ini mengalami kesulitan bayar hutang sebesar Rp 142 miliar pada PT Multi Alphabet Dinamika. Namun, ia dapat mengatasi kesulitan bayar tersebut dalam waktu seminggu. Sehingga, perusahan tak sampai dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri niaga.

Perusahaan kertas ini pula yang merumahkan 1.400 karyawan akibat penurun produksi bubur kertas yang menguasai 223 ribu hektar di Kalimantan. Perusahaan Prabowo dikabarkan mulai beroperasi kembali sejak beberapa tahun berhenti produksi.

Betapun perusahaan Prabowo tak semua sehat, namun secara umum, perusahan-perusahan itulah yang menjadi pundi-pundi kekayaannya. Berdasarkan Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHPN) 2023, jumlah kekayaannya mencapai Rp 2.042.682.732.691 atau 2 trilunan.

Harta kekayaan Prabowo itu lebih banyak berupa tanah dan bangunan. Selebihnya alat transportasi, harta bergerak, surat berharga, kas dan setara kas.

Kendati Prabowo menjadi Menteri Pertahanan di Kabinet Jokowi, ia tak pernah mengambil gaji. Pendapatannya sebagai pejabat negara diperuntukan amal sosial. Sementara biaya hidupnya dipenuhi dari perusahaan yang dijalankannya.

Yang luar biasa dari Prabowo, dunia bisnis yang dijalaninya tak berhasil memalingkannya dari tujuannya hidup menjadi pemimpin.Ia tetap konsisten atas mimpi jadi presiden yang diperjuangkan sejak muda sampai benar-bernar terpilih nenjadi presiden bersama Gibran Rakabuming Raka.

Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku “Kerikil Dibalik Sepatu Anies”.

Baca juga : https://kuasarakyat.com/dewan-oligark-sang-presiden/

Comment334 views
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.